|
Rangkaian 205-126F sebagai KA 1980 tujuan Rangkasbitung. Beroperasinya rute ini membuka babak baru sejarah KRL Jabodetabek. |
Berlakunya GAPEKA 2017 pada tanggal 1 April ini bisa dibilang merupakan hari yang cukup bersejarah untuk operasional KRL di Jabodetabek. Bagaimana tidak, di antara berbagai perubahan yang terjadi seiring dengan diberlakukannya GAPEKA 2017, ada beberapa hal yang dinanti-nanti baik oleh pengguna jasa ataupun railfans, yaitu beroperasinya KRL Tanah Abang-Rangkasbitung, kembali beroperasinya Stasiun Angke untuk KRL, serta kembalinya KRL Bekasi Loop Line.
Tentu saja Tim REDaksi tidak mau ketinggalan kesempatan untuk meliput momen debut perjalanan-perjalanan tersebut. Penasaran juga kan bagaimana rasanya? Simak saja terus liputan oleh Tim REDaksi!
KRL Tanah Abang-Rangkasbitung
|
Display samping pada rangkaian KRL yang menunjukkan Rangkasbitung |
Setelah mengalami berbagai penundaan yang disebabkan oleh alasan teknis, pada akhirnya operasional KRL rute ini dapat dimulai pada tanggal 1 April ini bersamaan dengan diberlakukannya GAPEKA 2017, yang sekaligus membuka babak baru sejarah KRL Jabodetabek. Keputusan ini tentu tidak lepas dari kontroversi karena dilakukan dengan konsekuensi dihapuskannya perjalanan KA Ekonomi Lokal Rangkasbitung, Patas Merak, Rangkas Jaya, dan Kalimaya, serta pemindahan enam rangkaian 10 kereta dari Lintas Selatan untuk mengisi jadwal KRL Tanah Abang-Rangkasbitung.
Terlepas dari hal tersebut, the show must go on. Babak baru sejarah KRL dibuka oleh pemberangkatan KA 1915 pada pukul 04.00 dari Rangkasbitung tujuan Tanah Abang dengan rangkaian KRL 205-17F. Tim REDaksi sendiri menjajal rute baru ini dengan menaiki KA 1980 yang dijadwalkan berangkat dari Tanah Abang pada pukul 12.05.
Ketika rangkaian KRL tiba di Stasiun Tanah Abang, terpantau terjadi kepadatan yang bisa dibilang amat tinggi dikarenakan banyaknya penumpang bertujuan Rangkasbitung yang juga berbaur dengan penumpang KRL tujuan lain, serta digesernya batas berhenti ke utara sehingga kereta sisi selatan menjadi mepet dengan tangga penyeberangan lama, sehingga cukup menghambat pergerakan karena kepadatan menjadi terpusat ke tengah-utara. Tidak itu saja, dikarenakan dampak kepadatan tersebut, PAP Stasiun Tanah Abang sampai harus meninggikan nada suaranya untuk mengarahkan penumpang untuk bergeser ke sisi utara. Bahkan PPK rangkaian KRL yang Tim REDaksi sampai harus loncat ke rel dikarenakan pintu kabinnya terhalang penumpang yang menumpuk di sisi tangga.
|
Kepadatan penumpang yang hendak menaiki rangkaian KRL tujuan Rangkasbitung |
Untuk kepadatan di dalam rangkaian KRL sendiri bisa dibilang setara dengan KRL Tanah Abang-Maja di jam-jam serupa, dan benar saja, kebanyakan dari penumpang KRL ini juga turun di Stasiun Tigaraksa. Meski demikian, tidak sedikit juga dari mereka yang memang meneruskan perjalanannya hingga Stasiun Rangkasbitung, baik karena murni penasaran, memang mempunyai urusan penting atau memang tinggal di sana. Tim REDaksi sendiri terpaksa berdiri sepanjang perjalanan dari Tanah Abang hingga Rangkasbitung karena meskipun dari Stasiun Tigaraksa penumpang mulai berkurang, tetapi tetap saja masih lumayan ramai.
Perjalanan KRL ini memakan waktu hampir dua jam, di mana untuk rangkaian yang Tim REDaksi naiki sebagai KA 1980 berangkat Tanah Abang pada pukul 12.17, dan tiba di Rangkasbitung pada pukul 14.07. Di perjalanannya, sehubungan dengan jalur ganda Maja-Rangkasbitung yang belum kunjung siap, maka masih ada persilangan yang harus dilakukan. Pada perjalanan kali ini, KA 1980 bersilang dengan KA 2009 dari Rangkasbitung di Stasiun Maja.
Tim REDaksi juga memantau announcer otomatis masih menyebutkan Stasiun Maja sebagai stasiun akhir, dan Stasiun Citeras serta Rangkasbitung belum ada announcer otomatis.
Tiba di Rangkasbitung, Tim REDaksi disuguhkan oleh suatu “tabrakan” era, di mana rangkaian KRL ini bersanding dengan rangkaian KA Lokal Rangkasbitung-Merak yang menunggu waktu pemberangkatan menuju Stasiun Merak pada pukul 14.37. Sekilas, status Stasiun Rangkasbitung sebagai titik akhir elektrifikasi jalur Tanah Abang-Merak dengan jalur sisanya dari Rangkasbitung hingga Merak tidak dielektrifikasi dan untuk melakukan perjalanan dari ujung ke ujung harus berganti rangkaian dengan tidak adanya layanan langsung sekilas mengingatkan pada Stasiun Komagawa di jalur Hachiko di Jepang.
Selain itu, ada prosedur operasional yang unik di Stasiun Rangkasbitung. Ketika KRL masuk stasiun, meskipun diumumkan pintu akan dibuka kiri-kanan,tetapi pintu sebelah kanan yang menghadap pintu keluar stasiun dibuka duluan untuk memberi jalan penumpang yang turun, sebelum kemudian pintu sebelah kiri yang menghadap peron sisi jauh dibuka untuk memberikan jalan penumpang yang naik yang diarahkan menunggu di peron sisi jauh (baik peron 3 ataupun peron 2 jika ada KA Lokal Merak). Konsep pemisahan peron untuk penumpang naik dan turun ini disebut Spanish Solution yang di Rangkasbitung memang telah berlaku sejak jaman Ekonomi Lokal tetapi baru benar-benar ditegakkan mulai jaman KRL Commuter Line.
|
Lokomotif CC 2019212 sebagai KA Lokal Merak bersanding dengan rangkaian 205-126F di Stasiun Rangkasbitung |
Tim REDaksi pun kemudian pulang ke Tanah Abang dengan rangkaian 205-141F yang berdinas sebagai KA 2031 dengan jadwal berangkat pukul 15.10. Tidak seperti perjalanan ke Rangkasbitung, perjalanan ke Tanah Abang relatif sepi dari awal hingga akhir perjalanan, dengan waktu tempuh yang justru sedikit lebih lama, termasuk bersilang dengan KA 2002 tujuan Rangkasbitung di Stasiun Citeras dengan ketibaan di Tanah Abang pada pukul 17.18, terlambat 15 menit. Tim REDaksi memantau announcer otomatis dimatikan antara Stasiun Rangkasbitung hingga Stasiun Maja kecuali untuk sambutan dan prosedur darurat agar Stasiun Maja tidak disebut stasiun akhir.
Ketika tiba di Tanah Abang, terjadi suatu insiden di mana peron jalur 6 sudah sangat padat dengan penumpang yang sudah menunggu KRL yang akan diberangkatkan kembali menuju Parung Panjang. Sontak ketika KRL yang Tim REDaksi naiki ini berhenti di Tanah Abang, rangkaiannya langsung diserbu oleh penumpang yang tidak hanya bersorak sambil berebut masuk, tetapi malah ada di antara mereka yang sampai nekad memanjat jendela untuk masuk!
|
Saking padatnya, ada penumpang yang nekad memanjat jendela untuk masuk ke dalam rangkaian |
Tentu saja melihat kepadatan penumpang yang meningkat di Tanah Abang dan headway KRL Rangkas rata-rata masih satu jam sekali, Tim REDaksi tentu saja berharap tidak ada kejadian-kejadian tidak diinginkan yang disebabkan oleh kepadatan penglaju di hari kerja nanti, dikarenakan untuk hari libur seperti ini saja kondisi rangkaian sudah bisa dibilang sangat padat dan berdiri hingga 2 jam berdesakan adalah suatu hal yang sangat melelahkan.
Kembalinya KRL di Stasiun Angke
|
Kepadatan penumpang yang sangat tinggi di Stasiun Angke. |
Salah satu perubahan besar lain dengan berlakunya GAPEKA 2017 adalah beroperasi kembalinya Stasiun Angke untuk melayani perjalanan KRL Commuter Line. Stasiun ini memang dulu melayani perjalanan KRL secara reguler, tetapi
sejak tahun 2013 lalu stasiun ini sempat ditutup untuk KRL sehingga yang berhenti hanyalah KA Lokal saja sampai GAPEKA 2017 diberlakukan pada tanggal 1 April ini.
Tim REDaksi meninjau keadaan Stasiun Angke sepulang dari Stasiun Rangkasbitung dengan menggunakan KRL yang mengakhiri perjalanan di Stasiun Angke. Terpantau bahwa sebagian perjalanan KRL yang berakhir di Angke masuk jalur 1, sedang beberapa lain masuk jalur 2 untuk selanjutnya berbalik haluan di jalur simpan Kampung Bandan. Terpantau pada liputan ini untuk KRL yang berhenti di jalur 1, tidak seperti dulu ketika pintunya dibuka di sisi kiri-kanan, pintunya hanya dibuka di sisi kanan, dengan sisi kiri menghadap jalur 2 dan 3 hanya sebagian dibuka secara manual dengan katup ketika ada rangkaian KRL yang masuk di jalur 2 atau 3, meski tidak menutup kemungkinan akan ada perubahan prosedur operasional tergantung kondisi nantinya.
Sementara itu, di dalam gedung stasiun, seperti yang terlihat di foto di atas, kepadatan penumpang sangatlah tinggi dikarenakan jumlah loket yang terbatas, ruang antrean yang sempit, dan ramainya penumpang di mana mayoritas dari mereka adalah penumpang lokal yang harus membiasakan diri dengan sistem tiket elektronik KRL.
Menariknya, layout Stasiun Angke setelah penambahan gate untuk KRL dibuat dengan memagari loket dikarenakan sisi area khusus penumpang jadi melebar menuju pintu utama, di mana sebelumnya area khusus penumpang dimulai dari meja check-in di pintu masuk menuju peron. Dengan perubahan tersebut, meskipun kemudian tangga untuk menuju parkir mobil dan area pertokoan masih dapat diakses tanpa harus tap-in, akan tetapi hal ini juga menjadi penyebab sempitnya ruang antrean.
|
Petugas passenger service dan PKD Stasiun Angke membantu penumpang yang sedang tap-in |
Tidak hanya melakukan liputan di saja, Tim REDaksi juga sempat ngobrol dengan beberapa penumpang KRL baik di perjalanan menuju Rangkasbitung ataupun di Angke, yang sebagian besar adalah pindahan dari penumpang Lokal Rangkasbitung. Semuanya menanggapi operasional KRL secara positif dari segi kepraktisan dan jumlah perjalanan dan bahkan memahami keunggulan menggunakan KMT, meskipun demikian mereka juga menuturkan KA Lokal lebih unggul dari segi kenyamanan duduk karena tempat duduk yang tersedia lebih banyak dari KRL dan mengeluhkan keharusan transit di Stasiun Tanah Abang yang sudah padat. Mereka juga berpendapat bahwa sebaiknya rute operasional KRL Rangkasbitung mengikuti pola operasional KA Lokal dulu yang sampai Angke dan jumlah perjalanan KRL menuju Rangkasbitung ditambah.
Tentu saja meskipun pendapat ini masuk akal, tetapi kemudian menimbulkan dilema sendiri karena ketersediaan jalur di Angke dan Kampung Bandan yang minim, padatnya Lintas Lingkar, serta masih adanya jalur tunggal antara Maja-Rangkasbitung yang membuat sulit untuk melakukan hal tersebut. Hal tersebut menjadi dilema karena meskipun kondisi seperti ini dilakukan untuk menjaga kelancaran perjalanan KA, tetapi pada akhirnya penumpang di Stasiun Tanah Abang justru menjadi sangat padat.
Bekasi Loop Line
|
KRL Feeder Kampung Bandan (kiri) dan KRL Bekasi via Pasar Senen (kanan) saat berada di Stasiun Jakarta Kota |
Sementara rute Tanah Abang-Rangkasbitung membuka babak baru sejarah KRL Jabodetabek dan aktif kembalinya Stasiun Angke untuk KRL menghidupkan kenangan ketika stasiun ini pertama kali kembali melayani penumpang KRL sejak 2013, rute Bekasi-Jakarta Kota via Pasar Senen alias Bekasi Loop Line yang juga beroperasi mulai pemberlakuan GAPEKA 2017 pada 1 April ini menghidupkan kembali kenangan lama era Ekonomi AC yang telah tiada sejak tahun 2011 lalu.
Meskipun bukan pertama kali sejak tahun 2011 lintas Bekasi-Jakarta Kota dilewatkan Pasar Senen, tetapi hal tersebut sebelumnya hanya terjadi apabila terjadi PLH di antara Jatinegara-Jakarta Kota sehinga mengharuskan pengalihan rute bagi KRL rute Bekasi-Jakarta Kota, dengan kejadian terakhir adalah ketika rangkaian
8003F anjlok di Jatinegara beberapa waktu lalu.
Dalam debut rebornnya kali ini, rangkaian yang digunakan adalah Tokyo Metro 05-108F formasi 8 kereta yang kemudian dinaiki oleh Tim REDaksi. Penggunaan rangkaian 8 kereta ini dilakukan karena sejumlah stasiun di jalur Jatinegara-Kampung Bandan seperti Kemayoran dan Gang Sentiong masih belum siap untuk dilayani rangkaian 10 kereta.
Dalam perjalanan perdana kali ini, masih banyak penumpang dari Bekasi yang bertujuan ke Manggarai dan stasiun di Lintas Layang salah naik sehingga mereka terpaksa meneruskan perjalanan sampai Jakarta Kota.
Meskipun diwarnai dengan insiden salah naik, banyak penumpang yang merasa terbantu dengan kehadiran KRL Bekasi Loop Line ini. Terutama warga Bekasi yang bekerja di kawasan Kemayoran dan penumpang kereta api jarak jauh dari Stasiun Pasar Senen karena mereka tidak perlu transit di Jatinegara. Selain itu, kehadiran KRL Bekasi Loop Line ini juga dimanfaatkan oleh penumpang yang hendak transit di Stasiun Kampung Bandan yang bertujuan ke Tangerang, Serpong, Parung Panjang, Maja, dan Rangkasbitung.
|
Sebagian penumpang memanfaatkan perjalanan ini untuk transit di Stasiun Kampung Bandan |
Perjalanan KRL Bekasi Loop Line ini sebenarnya biasa saja ketika berangkat dari Bekasi hingga Klender. Namun ketika kereta memasuki Stasiun Cipinang, kereta dibelokkan ke jalur 1 Cipinang dan selanjutnya dibelokkan ke jalur 4 Stasiun Jatinegara.
Saat kereta sampai di Jakarta Kota, rangkaian dimasukkan ke jalur 4 Jakarta Kota. Dari Jakarta Kota, saat kereta memasuki Stasiun Kampung Bandan kereta dibelokkan ke jalur 2. Saat memasuki Stasiun Jatinegara, kereta langsung dibelokkan ke jalur 1 Jatinegara untuk selanjutnya perjalanan sampai Bekasi.
Semoga saja dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada GAPEKA 2017 ini pelayanan KRL menjadi meningkat, dengan pihak terkait mendengarkan masukan-masukan dari pengguna jasa (yang tentu saja dipilah feasabilitynya) agar pelayanan bisa menjadi semakin baik.
Sumber tambahan
Wikipedia
Liputan 6
Tim REDaksi | Ikko Haidar Farozy | Bayu Tri Sulistyo
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Terkait