[OPINI] Stasiun Cawang: Demi Tuhan Kau Sebut Ini Integrasi?
Transit Slayer: Infinite Ngantri
Kita mulai dari dalam stasiun dulu. Ya bicara fasilitas standar lah ya. Toilet luas, mushola juga luas walaupun dulu sebelum renovasi harus sholat Maghrib di depan gate, ATM, vending machine, bahkan Indomaret.
Tapi ini yang jadi masalah pertama, penyeberangan di Stasiun Cawang masih sebidang. Di saat tetangganya seperti Duren Kalibata dan Tebet sudah menggunakan underpass, Cawang masih menggantungkan hidupnya pada penyeberangan sebidang. Di sini mimpi buruknya dimulai.
Ketika jam sibuk penumpang yang baru turun di peron 2 harus mengantre untuk bisa menyeberang. Apalagi dengan headway yang rapat seperti susunan pemainnya Patrick Kluivert, antrean bisa tambah panjang karena penumpangnya makin banyak dan keretanya lewat terus.

Bebas dari antrean pertama, masuk antrean kedua ketika keluar stasiun. Gate keluar sebenarnya ada 5 di sisi sebelah barat, tapi karena jumlah penumpangnya banyak walhasil ngantri lagi.
Antriannya bahkan padat dan jelas panas. Mereka yang sudah rapi dan wangi jadi grobyos dan bau keringat.

Setelah keluar stasiun baru terasa lega. Di sini baru bisa lanjut ke jembatan integrasi ke arah Halte TJ dan Stasiun LRT Cikoko. Entah apa yang ada di pikiran mereka yang merancang jalan naik ke jembatan ini.
Di sini hanya tersedia 1 eskalator naik dan 1 lift. Yang mana kalau mau turun jembatan ke gate barat hanya bisa menggunakan lift atau berjalan memutar.

Apakah penderitaan berkurang saat pulang kerja? Tentu saja tidak. Lebih parah!
Jika anda keluar dari halte TJ ataupun stasiun LRT menuju Stasiun Cawang anda akan dihadapkan dengan antrean. Apakah ini masuk gate? Bukan. Ini antrean turun tangga!
Antreannya mengular dari tangga turun dari jembatan sampai ke atas jembatan. Bahkan seringkali antreannya mengular di atas jalan tol sampai halte TJ Cikoko arah Pluit.

Sesampainya di bawah pun masih harus berjalan memutar jika mau masuk ke stasiun lewat gate barat menuruni tangga yang tak ada habisnya sembari melintasi lautan pedagang kaki lima dan ojek online yang luar biasa semrawut.
Saking semrawutnya sampai membuat Jl. Tebet Timur Dalam XI jadi macet total.

Mau tidak semrawut? Ada dua pilihan yang tidak direkomendasikan. Antara turun tangga ke gate timur atau turun lewat tangga di bawah Menara Saidah dan berjalan lewat pinggir rel yang gelap menuju gate timur. Sungguh ini bukan integrasi modern.
Itu pun kalau mau menyeberang ke peron 2 masih harus menyeberang lagi lewat crossing. Belum lagi harus berdesakan di peron sebelum naik ke kereta. Keberadaan bangunan loket timur membuat peron jadi jauh lebih sempit dan padat.

Next: Problematika Cawang


