Fakta KAIndonesiaKereta Api

KRL Seri 103 Eks JR East: Akhir Era Mild Steel di Jabodetabek

Tertua dan Termuda: KRL seri 103 dan KRL seri 205 di stasiun Bogor
KRL seri 103 merupakan KRL yang didatangkan dari perusahaan East Japan Railway Company (JR East) oleh PT Kereta Api Indonesia melalui Divisi Jabotabek pada tahun 2004. Di Jepang, KRL ini pertama kali berdinas pada tahun 1964, di bawah naungan Japan National Railway. Pada masanya, KRL ini merupakan primadona armada komuter JNR terutama di wilayah yang sekarang jadi wilayah perusahaan JR West dan JR East. Hampir setiap jalur demikian diisi oleh rangkaian KRL seri 103, seperti jalur Yamanote, jalur Keihin-Tohoku, jalur Lingkar Osaka, jalur Hanwa, bahkan sampai jalur Chikuhi di pulau Kyushu pun ada KRL seri 103. KRL seri ini pun masih berdinas di beberapa jalur JR West dan Kyushu, termasuk jalur lingkar Osaka dan Chikuhi. Apabila dihitung secara keseluruhan, jumlah unit yang diproduksi mencapai 3.447 unit, rekor yang sampai sekarang tidak ada yang mengalahkannya.Jumlah rangkaian KRL yang diimpor oleh PT KAI Divisi Jabotabek sendiri berjumlah empat rangkaian, dengan masing-masing rangkaian terdiri dari empat kereta, sehingga total ada 16 kereta. Keempat rangkaian tersebut berasal dari jalur Musashino, yaitu set KeYo E20, E21, E22, dan E27. Aslinya rangkaian-rangkaian kereta ini terdiri dari delapan kereta, akan tetapi empat kereta tengah dari rangkaian-rangkaian ini kemudian dirucat sementara empat kereta lain dikirim ke Indonesia. Dari keempat rangkaian tersebut, terdapat 2 varian yaitu rangkaian dengan kabin masinis normal, dan juga rangkaian dengan kabin masinis yang ditinggikan (raised driver’s cab), guna pemasangan perangkat ATC.

Formasi rangkaian asli dari kesemua KRL seri 103 sebelum dikirim ke Indonesia adalah 6M2T sebagai berikut:

Formasi asli KRL seri 103 sebelum dikirim ke Indonesia

Tanda silang menandakan unit kereta yang tidak dikirim ke Indonesia.

Formasi rangkaian yang dioperasikan di Indonesia adalah 2M2T (4M4T dalam formasi 4+4)

Formasi KRL seri 103 yang dioperasikan di Indonesia
KRL seri 103 dengan kabin masinis normal ketika masih mengenakan livery aslinya di masa awal berdinas di Jabodetabek | Foto: Yasushi Hamada
Pada awalnya, KRL-KRL yang terkenal memiliki AC layaknya kulkas ini berdinas tanpa cowcatcher dengan menggunakan livery asli Musashino, bahkan masih menggunakan logo JR. Namun akhirnya cowcatcher pun dipasang dan logo JR dihilangkan, sehingga KRL-KRL ini berdinas tanpa mengenakan logo apapun termasuk logo KAI. Awalnya, semua rangkaian berdinas sendiri-sendiri dengan formasi 4 kereta, dan keempat rangkaian ini disebar oleh Dipo Bukit Duri, dengan penempatan di jalur Tangerang dan di jalur Bogor. Di Tangerang, rangkaian ini biasanya berdinas sebagai KRL Benteng Ekspres AC, bergantian dengan KRL Toei 6000 dengan formasi 6 kereta yang didatangkan ke Indonesia terlebih dahulu. Sedangkan yang di jalur Bogor berdinas sebagai KRL Depok Ekspres atau Bojonggede Ekspres.
Rangkaian dengan kabin masinis ditinggikan berdinas sebagai KRL Depok Ekspres | Foto: Yasushi Hamada
Sekitar 2 tahun berdinas, keempat rangkaian ini pun dijadwalkan untuk menjalani program perawatan akhir lengkap (PAL) di Balai Yasa Manggarai. Sedikit penyegaran diberikan kepada keempat rangkaian ini. Warnanya yang tadinya coklat polos khas Musashino, diberikan sedikit pelengkap yaitu topeng dan striping krem. Logo korporat KAI pun akhirnya disematkan di muka rangkaian. Selain itu, kawat ram/tralis juga dipasang pada kaca kabin masinis untuk melindungi kru KA dari pelemparan batu yang hingga kini masih marak.
Livery kedua KRL seri 103 pada rangkaian dengan kabin masinis normal
Livery kedua pada rangkaian dengan kabin masinis ditinggikan
Pada saat menggunakan livery ini, salah satu rangkaian sempat mengalami anjlokan di Stasiun Jakarta Kota, tepatnya di wesel masuk jalur 10 dari arah jalur layang. Anjlokan ini mengakibatkan rel menuju jalur 10 menjadi bengkok. Sayangnya, informasi mengenai anjlokan tersebut minim sekali, hanya ditemukan satu sumber dalam bahasa Jepang saja. Dinasan rangkaian-rangkaian seri 103 di masa ini masih sama, yaitu untuk Benteng Ekspres dan Depok/Bojonggede Ekspres.Beberapa tahun berselang, rangkaian ini kembali masuk program PAL. Namun, kali ini PAL dilakukan di Dipo Depok, dan menciptakan sebuah sejarah, karena KRL seri 103 ini merupakan KRL tipe pertama yang menjalani PAL di Dipo Depok. Dan berbeda dengan KRL lain pada umumnya yang berbahan dasar alumunium atau baja anti karat, KRL ini mengenakan livery berwarna biru tua-biru muda-abu-abu. Warna biru tua yang dikenakan mirip seperti celana atau rok pelajar SMP, sedangkan warna biru muda yang dikenakan seperti warna langit.

Livery ketiga pada rangkaian dengan kabin masinis normal
Livery keempat pada rangkaian dengan kabin masinis yang ditinggikan.
Setelah rampung PAL dan rampung diujicoba, rangkaian-rangkaian seri 103 ini langsung digandengkan menjadi 8 kereta dengan formasi 4+4, dan langsung dipercaya mengisi perjalanan KRL Ekonomi AC South Line relasi Depok-Manggarai-Tanah Abang PP, yang sebelumnya diisi oleh KRL-KRL seri 1000 eks Toyo Rapid. Sesekali, KRL ini juga berdinas sebagai KRL ekspres. Terkadang, rangkaian-rangkaian seri 103 ini kembali dijadikan 4 kereta apabila akan didinaskan untuk KRL Benteng Ekspres.Pada bulan September 2011, rangkaian seri 103 yang berwarna biru ini kembali menjalani PAL dengan mengubah livery-nya yang biru menjadi putih berstriping oranye dan hijau. Livery ini sebenarnya merupakan adaptasi dari livery seri 103 yang beroperasi di JR West. Hanya perbedaannya kalau di JR West logo yang digunakan adalah logo JR, maka di Indonesia logo yang digunakan adalah logo PT KAI. Konon, penggunaan livery ini adalah karena “pesanan” dari seorang railfans berkebangsaan Jepang yang sudah sering bolak-balik ke Indonesia, sama halnya seperti striping asli jalur Nambu pada KRL seri 205 dari jalur Nambu yang tetap dipertahankan. Pada masa peralihan KRL Ekonomi ke Commuter Line, livery ini sempat menjadi bahan cemoohan penumpang KRL yang menyebutnya sebagai “KRL Ekonomi dipasang AC”. Bukan tanpa alasan mengapa penumpang mencemoohnya demikian. Sementara itu baik di kalangan railfans maupun penumpang, livery ini dikenal sebagai livery “ambulance”

Livery JR West ini sepintas mirip dengan livery terakhir KRL Rheostatik ketika masih berdinas, yakni putih berstriping oranye. Lantas ketika seri 103 ini bersanding dengan KRL Rheostatik di sebelahnya, penumpang awam seringkali kebingungan membedakan mana KRL Commuter Line dan yang mana KRL Ekonomi. Selain itu, setelah seri 103 berganti livery dari biru ke putih, hawa dingin dari AC yang seringkali membuat penumpang menggigil ketika masih ber-livery biru berganti menjadi AC yang pengap dan panas. Bahkan terkadang hawa AC tidak terasa sama sekali meskipun kereta dalam keadaan kosong. Akhirnya, rangkaian-rangkaian ini pun lebih banyak didinaskan sebagai KRL Feeder.

Sayang sekali, sejak tahun 2013 Rangkaian KeYo E20 dan E27 secara bersamaan berhenti beroperasi dan kemudian mangkrak di Dipo Depok masih dengan livery keempat. Kedua rangkaian ini pada pertengahan 2014 ditarik oleh KRD NR ke Balai Yasa Manggarai di mana ia masih berdiam hingga saat ini.

Livery keempat pada rangkaian dengan kabin masinis normal
Livery keempat pada rangkaian dengan kabin masinis yang ditinggikan.
Pada perawatan akhir tahun 2013 (atau awal 2014?) Rangkaian KRL seri 103 kembali mendapat penyegaran dengan perubahan livery dari putih menjadi livery mirip dengan rangkaian KRL milik PT KCJ (KRL impor sejak 2009), akan tetapi logo depannya adalah logo PT KAI, bukan logo COMMUTER seperti umumnya KRL milik PT KCJ. Karena muka merahnya, julukan dari railfans dan penumpang pun beralih dari “ambulance” menjadi “damkar”.
Konon katanya, livery 103 diubah menjadi demikian dikarenakan adanya salah satu syarat kerjasama PT KCJ dengan JR East yaitu 103 harus dipertahankan kelangsungan hidupnya oleh PT KCJ sampai tahun 2018. Akan tetapi karena status kepemilikan ketika berganti livery masih tetap PT KAI, maka logo perusahaan yang ditampilkan adalah PT KAI. Selain itu pula, pola striping KKW pada 103 livery KCJ mengikuti pola striping KRL milik PT KAI, bukan seperti KRL milik PT KCJ.
Menariknya sampai akhir 2014, KRL ini masih didinaskan tidak hanya untuk rute feeder, tetapi rute-rute reguler termasuk Bogor-Jatinegara PP! Baru pada akhir 2014 KRL ini kembali hanya didinaskan sebagai KRL feeder hingga akhir masa dinasnya.
Livery kelima pada rangkaian dengan kabin masinis normal
Livery kelima pada rangkaian dengan raised driver’s cab
Sayang pada akhirnya takdir berkehendak lain. Pada tahun 2015, setelah lama dikandangkan di Dipo Bukit Duri karena sudah tidak dapat lagi beroperasi, akhirnya 2 rangkaian yang tersisa ini melakukan perjalanan terakhirnya dari Dipo Bukit Duri menuju Dipo Depok, dengan ditarik KRD NR. Awalnya, KRL ini direncanakan akan berjalan sendiri. Namun karena keadaannya yang tidak memungkinkan, KRL ini pun akhirnya ditarik oleh KRD NR. Perjalanan ini sekaligus menandai akhir dari operasional KRL seri 103, dan juga akhir dari era mild steel di Jabodetabek yang telah berlangsung sejak tahun 1976, saat KRL ekonomi tipe Rheostatik generasi pertama (yang memiliki desain muka seperti KRL seri 101 yang merupakan pendahulu 103 dan juga berbahan mild steel) dibeli baru oleh Indonesia dari pabrikan Jepang.Dan di tahun 2016 ini, muncul sebuah kabar yang mungkin cukup menyedihkan: rangkaian seri 103 ini akan dikirim ke Cikaum. Belum diketahui apakah nantinya semua rangkaian akan dikirim dan kapan akan dikirimkan, namun saat ini rangkaian E20 dan E27 yang berada di Balai Yasa Manggarai sepertinya sudah disiapkan untuk dikirim ke Cikaum. Posisi mereka saat ini ada di bagian depan dekat pintu gerbang.

Sebagai satu-satunya spesies KRL AC dengan bahan dasar mild steel, tentunya seri 103 memberikan warna tersendiri pada khazanah perkeretalistrikan di Jabodetabek. Namun, begitu cepat waktu ini berlalu. Di tahun kesebelasnya di Jabodetabek, rangkaian ini harus diberhentikan dari operasional, dan di tahun keduabelasnya pun kembali lagi rangkaian ini harus rela dikirimkan ke sebuah daerah yang jauh untuk memberikan tempat kepada KRL-KRL lain yang akan segera tiba di Indonesia. Begitulah hidup, selalu berputar.

Tim REDaksi

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


One thought on “KRL Seri 103 Eks JR East: Akhir Era Mild Steel di Jabodetabek

Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

×