IndonesiaKereta ApiOpini

[Opini REDaksi] Akankah Kereta Api Cirebonan Mati karena Cipali?

Gerbang Tol Cikopo yang merupakan gerbang masuk Jalan Tol Cipali
Sebenarnya artikel ini sudah pernah menulis artikel ini di status Facebook redaksi kami, tapi karena masih banyak yang penasaran dan di suruh Gilang jadi ditulis lagi di Opini REDaksi. Tol Cikopo-Palimanan atau biasa di sebut Tol Cipali, merupakan terusan jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menghubungkan Gerbang Tol Cikopo di Subang, Jawa Barat dengan Gerbang Tol Palimanan di Cirebon, Jawa Barat sejauh 153 kilometer.
Jalan tol ini merupakan salah satu bagian dari megaproyek era Soeharto (yang ngaret sekian lama) yakni Tol Transjawa. Jalan tol ini memiliki 7 gerbang tol, yakni Cikopo, Kalijati, Cikedung, Kertajati, Sumberjaya, dan yang terakhir Palimanan yang menghubungkan tol Cipali ini dengan tol Palimanan-Kanci atau Palikanci.
Tol ini sempat menjadi trendsetter di antara pemudik ketika arus mudik 2015 lalu. Bagaimana tidak? Pemudik bisa menghemat waktu sangat banyak untuk perjalanan Jakarta-Cirebon yang biasanya di tempuh dengan waktu 7 jam lewat Pantura jadi hanya 3 jam lewat Cipali! Warbyasah!
Cepatnya perjalanan Jakarta-Cirebon lewat Cipali ini ternyata tidak membuat semua orang senang. PT Kereta Api Indonesia dan railfans sempat mengalami kekhawatiran dengan kehadiran Tol Cipali ini karena trauma yang terjadi 10 tahun yang lalu di jalur Jakarta-Bandung dengan matinya sang legenda Argo Gede dan Parahyangan hingga terpaksa dilebur menjadi Argo Parahyangan. Namun, apakah hal ini akan terjadi juga pada Argo Jati dan Cirebon Express?

Argo Jati tambahan melintas langsung Manggarai
Ya kami akui masih terlalu prematur untuk membicarakan masalah matinya dua legenda Cirebon ini. Tapi saat ini sudah muncul kemungkinan itu terjadi. Cepatnya waktu tempuh Jakarta-Cirebon lewat Cipali, menjadi alasan munculnya kemungkinan itu. Apalagi tipikal orang Indonesia Metropolitan saat ini itu pengennya serba praktis dan nyaman.
Gini aja deh, ibarat kata rumah anda di Bogor mau ke Cirebon. Kalo anda naik kereta, anda pertama harus naik CL dulu turun di Juanda oper bajaj baru bisa nyampe Gambir. Sampe di Gambir anda harus ke CTM dulu nyetak tiket terus check in naik ke atas masuk ke kereta baru bisa ke Cirebon. Belum lagi harus berangkat paling nggak 2 jam sebelum kereta berangkat biar gak ketinggalan gara-gara sinyal masuk Manggarai.
Kalo naik mobil kan lain lagi gausah repot begitu, tinggal panasin mobil, masukin barang, tancap gas lewat Jagorawi-JORR-Cikampek-Cipali, keluar tol, terus kena tilang deh di Cirebon gara-gara bawa kardus Indomie di bagasi.
Sebenarnya perjalanan kereta api Cirebon tak sesepi Bandung. Karena kereta yang melayani rute Jakarta-Cirebon itu tak hanya Cirebon Express dan Argo Jati, melainkan banyak kereta api yang memiliki tujuan ke kota-kota di timur Pulau Jawa pasti melintas dan berhenti di Stasiun Cirebon. Sebut saja Argo Bromo Anggrek, Argo Dwipangga, Argo Lawu, Gajayana, Bima, Krakatau, Jayabaya, dan lain sebagainya.
Bahkan kalo dihitung frekuensi, kereta yang melintas di Cirebon itu bisa hampir satu jam sekali. Lain halnya dengan Bandung yang hanya dilayani oleh Argo Gede, Parahyangan, dan Serayu. Tapi ingat, kereta-kereta itu bukan tujuan Cirebon melainkan hanya berhenti di Cirebon, jadi kemungkinan anda kehabisan tiket sangatlah besar.

Apalagi sekarang banyak PO Bis yang sudah mulai membuka rute ke Cirebon lewat Cipali. Hal itu juga memperbesar kemungkinan penumpang beralih ke bis. Kenapa? Bayangkan saja anda bisa dapat bis dengan pelayanan hampir 2 kali lipat dari Argo Bromo Anggrek plus makan hanya dengan membayar harga tiket cuma separuh dari harga tiket Cireks.

 

Kereta Api Jayabaya tujuan Malang yang juga berhenti di Cirebon
Kemungkinan diatas memang mungkin terjadi, tapi bukan berarti para “Jepang Sableng” bisa ongkang-ongkang kaki sambil menghisap cerutu. Karena ada satu masalah besar yang bisa mengangkat derajat kereta api: kemacetan.
Seperti yang kita tahu, Tol Jakarta-Cikampek yang menjadi hulu dari Cipali tak hanya dilintasi oleh para pengendara yang ingin ke Cirebon dan Jawa Tengah, melainkan juga para pengendara yang pergi ke Jawa Barat bagian selatan. Masih ingat dengan kemacetan total yang terjadi di Jakarta-Cikampek pada libur Natal tahun lalu? Banyak pengendara yang ingin pergi ke Cirebon terpaksa tidur di mobil karena terjebak kemacetan di Tol Cikampek yang disebabkan oleh para tukang belanja yang pengen borongan ke Dago.
Simpang Pondok Gede bisa dibilang merupakan salah satu simpul kemacetan di Tol Cikampek. Kemacetan terjadi ketika kendaraan dari JORR bertemu dengan kendaraan yang datang dari arah Halim.
Apalagi angka kecelakaan di Cipali terus bertambah. Penyebabnya? Landscape yang flat dan stagnan membuat pengendara tanpa sadar memacu kendaraannya melampaui batas kecepatan. Landscape di Cipali didominasi oleh persawahan tanpa bangunan di tepi jalan. Hal itulah yang menyebabkan pengendara tanpa sadar memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi karena tidak ada bangunan yang bisa dijadikan patokan seberapa cepat mereka  berkendara.
Disitulah keunggulan dari kereta api, seperti kata orang “kereta itu jalurnya sendiri” jadi tidak mungkin kereta api terjebak macet. Selain itu, perjalanan kereta tidak akan terhambat kecuali kalau terjadi trouble, itupun juga jarang (Insyaallah).
landscape yang cenderung flat tanpa bangunan menyebabkan pengendara sulit memperkirakan kecepatannya
kompas
Ya seperti yang kita katakan di awal, masih terlalu prematur mengatakan kereta api Cirebonan akan mati karena Cipali. Kenapa? Karena sampai sejauh ini tidak ada penurunan jumlah okupansi yang signifikan seperti yang terjadi pada Argo Gede dan Parahyangan. Hal itu ditandai dengan masih dijalankannya Argo Jati dan Cirex tambahan untuk menambah daya angkut penumpang. Apalagi KAI mengalokasikan semua K1 buatan tahun 2015 untuk Daop 3 Cirebon.
Tapi yang namanya opini tetap saja opini. Kita tidak bisa berkata “pasti iya” atau “pasti tidak”. Karena kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan. Dan kalaupun terjadi, itu hanyalah sekelebat “shock therapy” bagi KAI untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan kecepatan selayaknya yang terjadi pada Argo Parahyangan.

 

Tim REDaksi

 

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

×