Fakta KATeknis

Inilah Penyebab Kerusakan Gerbong Datar PPCW 42 Ton

Sarana Gerbong Datar PPCW 42 ton
Sarana Gerbong Datar PPCW 42 Ton

Selain digunakan untuk sarana mobilisasi manusia, kereta api digunakan pula untuk sarana mobilisasi barang di Indonesia. Salah satu contoh penggunaan sarana perkeretaapian yang cukup efektif adalah pengangkutan semen menggunakan sarana kereta api dari wilayah Cibinong, Arjawinangun, Karangtalun, Brambanan dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Penggunaan angkutan barang semen dengan kereta api sangat efektif karena di samping kapasitasnya yang sangat besar, juga terbebas dari kemacetan di jalan raya sehingga waktu tempuh menjadi lebih cepat. Jenis sarana yang digunakan untuk pengangkutan semen tersebut adalah gerbong PPCW (P= Platte wagen, P untuk selanjutnya menunjukkan empat gandar, C= Container (memiliki kunci untuk pengangkutan peti kemas), W= Westinghouse Air Brake Company) yang artinya gerbong datar yang menggunakan roda dengan empat gandar dengan tipe rem udara bertekanan produksi Westinghouse Air Brake Company.

Kereta Angkutan Barang Semen menggunakan armada gerbong datar PPCW 42 Ton
Kereta Angkutan Barang Semen Menggunakan Armada Gerbong Datar PPCW 42 Ton

Gerbong PPCW adalah salah satu jenis gerbong datar, yaitu gerbong yang hanya berupa lantai tanpa dilengkapi badan dan atap. Gerbong jenis ini hanya digunakan untuk angkutan peti kemas (container). Namun untuk mengangkut semen dengan peti kemas menjadi masalah karena waktu yang digunakan untuk bongkar muat menjadi sangat lama dan memerlukan peralatan angkut yang rumit. Untuk mempermudah proses bongkar muat, maka operasionalnya tidak menggunakan kontainer lagi tetapi dengan cara menempatkan semen dengan alas pallet di atas lantai gerbong datar, kemudian diikat dengan menggunakan tali pada rangka samping gerbong.

Akibat dari perubahan fungsi dari gerbong datar yang semestinya menggunakan peti kemas , namun dalam pelaksanaannya tidak menggunakan peti kemas, maka berakibat terjadinya beberapa gerbong yang mengalami retak. Perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap distribusi beban yang diterima oleh struktur gerbong. Jika menggunakan peti kemas, distribusi beban terjadi di beberapa titik kontak antara kaki peti kemas dengan lantai gerbong. Sedangkan jika tidak menggunakan peti kemas, maka distribusi beban adalah berupa beban merata sepanjang lantai gerbong.

Perubahan distribusi beban akan berpengaruh pada distribusi tegangan pada struktur gerbong. Hal ini menjadi hipotesis awal BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) lewat Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur untuk melakukan penelitian gerbong datar pada angkutan semen di tahun 2016. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan uji dinamis untuk mengetahui kondisi peralatan dan kemampuan kerja gerbong pada saat operasional dan melakukan uji regangan/tegangan dengan melakukan uji strain gauge.

Pemasangan alat uji dan proses pengujian sarana gerbong datar PPCW 42 Ton dengan angkutan barang semen | Foto : BPPT
Pemasangan alat uji dan proses pengujian sarana gerbong datar PPCW 42 Ton dengan angkutan barang semen | Foto : BPPT

Pengujian Strain Gauge

Untuk membuktikan hipotesis tersebut, BPPT memasang alat sensor ukur strain gauge TML tipe FLA 6 – 11 dan alat ukur dinamis 64 channel di lokasi yang menjadi titik retak pada gerbong dan pada struktur utama rangka bawah. Gerbong yang digunakan merupakan gerbong yang tidak mengalami kerusakan sehingga data yang didapat bisa digunakan secara maksimal. Pengukuran ini dilakukan secara realtime dengan kondisi sebagai berikut : beban muatan sebesar 40 ton, jenis muatan adalah semen, posisi beban merata, rute uji coba mulai dari Arjawinangun-Purwokerto. Penilaian kritis dilakukan pada kondisi : perpindahan rel, tikungan, percepatan, perlambatan/pengereman, kecepatan maksimum, tanjakan, turunan dan jembatan.

Pemasangan Alat Sensor Strain Gauge pada Sarana Gerbong Datar PPCW 42 ton | Foto : BPPT
Pemasangan Alat Sensor Strain Gauge pada Sarana Gerbong Datar PPCW 42 ton | Foto : BPPT

Pada hasil uji tersebut terbagi ke dalam beberapa kondisi, yakni :

  1. Kondisi pada saat langsir. Pada saat kondisi gerbong dilangsir, semua kondisi berada di bawah garis batas lelah menurut Soderberg. Garis batas lelah artinya tegangan sudah mencapai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa struktur gerbong masih dalam kondisi aman.
  2. Pada kondisi jalan lurus dengan kecepatan maksimum (70-80 km/jam) dan kondisi di atas jembatan diperoleh bahwa ada satu titik yang berada pada garis batas lelah. Hal ini menunjukkan bahwa diprediksi titik tersebut akan mengalami kerusakan akibat beban dinamis (fatigue failure).
  3. Pada kondisi jalan tanjakan dan turunan disertai dengan belokan terdapat tiga titik yang berada pada daerah lelah . Hal ini menunjukkan bahwa diprediksi titik tersebut akan mengalami kerusakan akibat beban dinamis (fatigue failure) dan ini merupakan kondisi paling kritis yang dialami gerbong datar pada saat pengujian.
  4. Pada kondisi pengereman yaitu saat masuk Stasiun Purwokerto, semua titik berada pada kondisi dibawah garis batas lelah.

Grafik Pengukuran Sarana Gerbong Datar PPCW 42 ton | Foto : BPPT
Grafik Pengukuran Sarana Gerbong Datar PPCW 42 ton | Foto : BPPT

Penyebab tingginya beban dinamis kemungkinan disebabkan oleh perubahan model beban yang semestinya terpusat (menggunakan peti kemas) menjadi beban merata. Hal ini terlihat dari besarnya angka beban dinamis dibandingkan beban statis (tegangan rata-rata) yakni mencapai 1.5 sampai 2 kali beban statis yang melampaui standar yakni 0,3 (Standar UIC 515-4). Selain itu penyebab tingginya beban dinamis bisa juga diakibatkan kondisi geometri jalan rel namun hal tersebut perlu kajian lebih lanjut.

BPPT memberikan dua alternatif agar struktur gerbong aman untuk dioperasikan yakni dengan melakukan modifikasi struktur gerbong atau mengurangi beban yang akan diangkut. Renovasi atau modifikasi struktur dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatannya sehingga tegangan yang ada menjadi lebih kecil dan berada pada daerah aman. Perbaikan difokuskan pada lokasi atau titik yang mengalami kondisi kritis. Perlu penelitian lebih lanjut untuk memodifikasi sesuai dengan arah vektor regangan sedangkan untuk pengurangan beban dilakukan agar tegangan menjadi turun, namun perlu penelitian untuk mengetahui hubungan atara tegangan yang terjadi dengan besarnya beban. (RED/rnovanto)

Sumber :
Gozali, M. dan Anwar. 2016. Analisis Kerusakan Gerbong Datar “PPCW” 42 Ton Akibat Beban Operasi. Jakarta : BPPT.

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

×