Fakta KAKereta ApiSejarah KATeknis

Ada Apa Dengan Prototipe Kereta Rel Listrik Indonesia (KRL-I) ?

Prototipe KRL-I Ketika Berada di PT INKA | Sumber: PT INKA
Prototipe KRL-I Ketika Berada di PT INKA | Sumber: PT INKA

Kereta Rel Listrik Indonesia (KRL-I) merupakan produk prototipe KRL yang untuk pertama kalinya diproduksi di Indonesia dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 60%.

Penandatanganan Kesepakatan Pengembangan KRL Indonesia ini dilakukan oleh Departemen Perhubungan, Kementerian Riset dan Teknologi dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Madiun pada hari Jumat, 1 Februari 2002. Dalam kesepakatan bersama ini, Perjanjian Kerjasama Teknis Rancang Bangun dan Rekayasa Kereta Listrik melibatkan instansi yang terkait kebutuhan termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Bahana Prakarya Industri Strategis (Persero) yang saat itu PT INKA berada di dalamnya. Selain itu, pihak Badan Pengembangan Industri Strategis (BPIS) juga dilibatkan dalam program ini.

Meskipun demikian, pada Desember 2001 dua set KRL-I ini telah selesai dibuat dan menjalani beberapa pengujian di lintasan. 

Desain dan Konsep Kereta Rel Listrik Indonesia buatan PT INKA | Sumber: PT INKA
Desain dan Konsep Kereta Rel Listrik Indonesia buatan PT INKA | Sumber: PT INKA

Program ini merupakan program yang diimpikan oleh Departemen Perhubungan saat itu. Dalam buku biru departemen ini tahun 1997, disebutkan bahwa pemerintah memerlukan 200 unit kereta listrik dengan harga US$ 245 juta (Rp 2,45 triliun). Syaratnya, kereta ini memerlukan minimum 26,4 persen kandungan lokal.

Sejumlah perusahaan asing lalu berlomba-lomba mengikuti tender. Mereka antara lain konsorsium BN/HOLEC yang menawarkan kandungan lokal sebesar 30%, Siemens/SGP (Simmering Grazz Pauker) sebesar 28%, GEC/Alstom sebesar 30%, dan Sumitomo/Nippon Sharyo sebesar 30%. Semua perusahaan itu berkeinginan menggandeng PT INKA, Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan PT Pindad sebagai partner lokal.

Namun, PT INKA membuat gebrakan dengan menawarkan porsi bahan lokal sebesar 60% dengan nilai US$ 203 Juta. Tawaran yang miring ini akhirnya disetujui oleh pemerintah. PT INKA sangat antusias dalam menangani proyek ini. Apalagi BPIS menyokongnya dengan mengucurkan dana Rp 53,8 miliar untuk pembuatan prototipe KRL-I. Prototipe ini akhirnya berhasil diluncurkan meskipun masih ada beberapa masalah di dalamnya.

Kereta Rel Listrik Indonesia yang Muncul Dalam Salah Satu Produk Nippon Sharyo | Sumber: Nippon Sharyo
Kereta Rel Listrik Indonesia yang Muncul Dalam Salah Satu Produk Nippon Sharyo | Sumber: Nippon Sharyo

TEMPO yang menelusuri proyek ini menemukan beberapa kejanggalan. Menurut Sumber TEMPO, proyek ini memiliki beberapa kejanggalan. Dalam pemilihan partner misalnya. Sumber mengatakan bahwa penunjukan Sumitomo, Nippon Sharyo dan Toshiba sebagai partner PT INKA kurang terbuka. Hal ini ditemukan pada adanya kesalahan desain kereta KRL-I. Sejak Januari 1998, secara diam-diam rupanya PT INKA bersama partner asingnya (Sumitomo dan Nippon Sharyo) telah membuat desain kereta rel listrik jenis eksekutif. Lalu, beberapa bulan kemudian, mereka memaparkan desain itu kepada Tim Interdepartemen dan BPPT.

Tentu hal ini membuat kaget pemerintah sebab yang diminta adalah kereta rel listrik jenis ekonomi. Mau tak mau, PT INKA harus memenuhi keinginan pemerintah. KRL Prototipe ini harus dilakukan desain ulang dan membengkakkan biaya hingga Rp 70 Miliar. Pihak PT INKA membantah hal tersebut, pemilihan ini dikarenakan adanya pertimbangan tertentu. Seperti kemudahan dalam penanganan kerusakan dan bantuan teknis.

Komponen Lokal Kereta Rel Listrik Indonesia | Sumber: Dewan Riset Nasional Republik Indonesia
Komponen Lokal Kereta Rel Listrik Indonesia | Sumber: Dewan Riset Nasional Republik Indonesia

Tingkat komponen dalam negeri pun belum mencapai target. Komponen lokal yang mampu diproduksi hanya beberapa saja seperti rangka bogie, komponen berbahan baja pada carbody, modul interior FRP, jendela, cat, rubber bellow, coupler dan beberapa komponen lainnya sedangkan untuk komponen impor terdapat roda, bearing, spring, stainless steel, sistem pendingin udara, inverter listrik, motor listrik, SIV (static inverter), pantograf, rem, door engine serta kompresor.

Tentunya hal ini patut dipertanyakan sebab hasil yang ingin diraih oleh PT INKA sebesar 60%. Meskipun komponen elektrikal bekerjasama dengan partner, namun pada kenyataannya hampir sebagian besar masih diimpor.

Uji Komponen Kelistrikan KRL-I | Sumber: PT INKA
Uji Komponen Kelistrikan KRL-I | Sumber: PT INKA

Selain itu dalam pengujian sebenarnya masih dapat beberapa permasalahan. Dalam pengujian awal yang dilakukan oleh PT INKA pada awal bulan Desember tahun 2001, masih terdapat permasalahan yakni bocornya beberapa sambungan pipa udara, kemudian dilakukan perbaikan. Sedangkan, di dalam pengujian awal di lintas rel yang dilakukan di lintas jalan rel pada malam hari, terjadi gangguan pada komponen elektronik yaitu padamnya aliran listrik yang terjadi ketika dilakukan regenerative braking.

Pada saat dilakukan regenerative braking, tegangan listrik mengalami lonjakan melebihi batas tegangan maksimum (1850 Vdc) pada sistem pengaman over voltage protection device (OVPD) yang mengakibatkan terputusnya suplai aliran listrik dari sistem listrik aliran atas ke dalam sistem kontrol KRL. Akibatnya, diperlukan modifikasi dan perbaikan OVPD tersebut dengan mengirimkannya ke Jerman yang memerlukan waktu relatif lama.

Di samping itu, pengujian awal sistem pengereman mekanik, menunjukkan jarak pengereman yang terlalu panjang, hal tersebut dapat diatasi dengan memperbesar gaya tekan sepatu rem ke roda dengan menaikkan udara input dari 3,8 kg/cm2 menjadi 4,1 kg/cm2.

Namun, PT Kereta Api Indonesia (Persero) tidak menyambut hal baik tersebut. PT KAI beralasan bahwa mereka belum memiliki uang sebesar 2,64 triliun untuk melakukan pengembangan dan pembelian kereta tersebut. Selain itu, teknologi yang digunakan oleh KRL-I terlalu canggih bagi mereka sehingga ditakutkan dapat meningkatkan biaya perawatan.

Hal ini terjadi karena tidak adanya koordinasi oleh pihak-pihak terkait sehingga terjadi permasalahan seperti ini. Prototipe KRL-I tetap menjalankan uji commisioning pada tanggal 27 Februari 2003 serta melaksanakan uji operasional dengan membawa penumpang pada Maret- Juli 2003.

Sampai saat dilakukan pengujian, PT Kereta Api Indonesia belum memiliki niatan untuk memesan KRL tersebut meski BPPT telah mengeluarkan rekomendasi bahwa KRL tersebut dapat diproduksi secara komersial dalam jumlah banyak.

Bogie TB 400 atau TB-RUK | Sumber: PT INKA
Bogie TB 400/TB-RUK | Sumber: PT INKA

Meskipun KRL-I memiliki beberapa permasalahan, hal ini menjadi dasar dari PT INKA membuat KRL di Indonesia. Selain itu, bogie TB 400 dan MB 100 menjadi dasar dari pengembangan bogie bolsterless pada kereta kereta berpenggerak di Indonesia. Bogie ini dinamai dengan Bogie Riset Unggulan Kemitraan (RUK). KRL-I sendiri sempat berdinas hingga setidaknya 2014 dan baru ditanahkan di Cikaum pada tahun 2016 silam.

Disadur dari artikel investigasi “Kereta INKA, Untuk Siapa ?” pada Majalah Tempo Edisi 3 Februari 2002 dengan beberapa penyuntingan. Data pendukung penyuntingan diambil dari BPPT dan Dewan Riset Nasional Republik Indonesia. (RED/rnovanto)

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


4 komentar pada “Ada Apa Dengan Prototipe Kereta Rel Listrik Indonesia (KRL-I) ?

  • Bayu

    Min, nanti KCI (KAI Commuter) memesan KRL lagi tuh tahun 2021, nanti bentuknya seperti KRL bandara Soetta seri EA203 untuk eksteriornya dan JR E235 subseri 0 di Jalur Yamanote. Materialnya sustina tipe S24 dan mempunyai perangkat catudaya darurat jika ada gangguan LAA. Interiornya disamakan seperti JR E235-0 dan bedanya cuma SF-nya SF 12, handgripnya, bentuk kursinya, sandaran ujung kursinya, dan moket kursi biasanya seperti KFW I9000, mau nanya dong, sistem traksinya seperti KRL bandara Soetta seri EA203 atau JR E235-0 di jalur Yamanote?

    Balas
  • Bayu

    Dan bogie-nya mirip KRL bandara seri EA203 tipe MB-514 dan TB-914 atau mirip JR E235 subseri 0 tipe DT80, min?

    Balas
  • Bayu

    Min, maksudku seluruh interior KRL buatan PT INKA pada tahun 2021 disamakan seperti JR E235 subseri 0 dijalur Yamanote, tetapi bedanya cuma sandaran kursinya disamakan seperti KRL bandara Soetta dan rak bagasinya seperti KRL bandara seri EA203 dan posisinya disamakan seperti JR E235-0 dan dipasangin layar LCD iklan seperti JR E235 subseri 0 dijalur Yamanote dan doorchime-nya disamakan seperti KRL bandara Soetta ya, min

    Balas
  • Ardhan

    Siv vvvf

    Balas

Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

×