Fakta KATeknis

Teknologi Matras Bambu dalam Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara

Tambak Semarang
KA Joglosemarkerto melintasi daerah tambak di antara Semarang Tawang-Alastua, Desember 2019 | Foto: RED/Gilang Fadhli

REDigest.web.id – Teknologi matras bambu dalam konstruksi transportasi merupakan topik yang sempat menjadi pembicaraan hangat di media. Pembangunan jalan tol Semarang-Demak digadang-gadang akan memanfaatkan teknologi matras bambu sebagai penguat konstruksi tanggul.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Ditjen. Bina Marga (@pupr_binamarga)

Kementerian PUPR memanfaatkan matras bambu karena tanah daerah konstruksi termasuk tanah lunak. Dalam kiriman Instagram Kementerian PUPR, tampak rencana konstruksi jalan tol ini akan melewati rawa-rawa. Untuk saat ini teknologi tersebut sedang menjalani uji kelayakan yang meliputi uji tarik dan uji lentur sistem matras bambu ini.

Namun tahukah pembaca, kalau jalur ganda Jakarta-Surabaya di wilayah Semarang Tawang-Alastua yang kita nikmati saat ini juga menggunakan matras bambu? Ya, jalur baru pada segmen sepanjang 1,5 km di wilayah tambak dekat Stasiun Semarang Tawang sejatinya dibangun dengan teknologi tersebut. Bagaimana penerapannya? Mari, baca terus artikel ini.

Latar Belakang

KA Matras Bambu Tambak Semarang
Sebuah rangkaian KA melintasi tambak di petak Semarang Tawang-Alastua semasa proyek jalur ganda berlangsung, Januari 2013 | Foto: Nurachman Hafizh

Seperti rencana konstruksi tol Demak, jalur KA di wilayah tambak dekat Stasiun Semarang Tawang memang sudah dikenal memiliki medan berupa rawa-rawa. Terlebih Stasiun Semarang Tawang sendiri memiliki ketinggian hanya 2 meter di atas permukaan laut. Rawa-rawa ini terletak sangat dekat dengan Laut Jawa dan tergenang oleh banjir rob yang tak pernah kering, sehingga menimbulkan tantangan untuk membangun jalan rel di atasnya.

Saat penelitian tanah, diketahui tanah keras baru ada pada kedalaman 25-30 meter. Oleh karenanya, perlu dilakukan soil improvement agar jalur KA dapat dibangun di atasnya dengan aman. Terlebih penurunan tanah di wilayah ini cukup ekstrem, mencapai 10 sentimeter per tahunnya.

Satker Pembangunan Jalur Ganda Jawa Tengah saat itu memutar otak teknik apa yang dapat digunakan untuk pembangunan jalur ganda. Telah diusulkan teknik pembuatan jalur layang, namun pembangunannya akan sangat memakan waktu.

Dalam situs web DJKA, disebutkan pembangunan jembatan layang akan memakan waktu 1 tahun 6 bulan. Sebabnya adalah keharusan untuk membuat jembatan beton sejauh 20 meter. Selain itu juga pembangunan jembatan layang memerlukan pembuatan tiang panjang dari rangka baja dengan dengar bor pipe mencapai tanah keras sekitar 30 meter. Akhirnya mereka pun menemukan teknik yang dianggap tepat guna, yakni teknologi matras bambu.

Teknologi Matras Bambu

Teknologi matras bambu yang dimanfaatkan dalam pembangunan jalur ganda Semarang Tawang-Alastua sendiri merupakan ciptaan Guru Besar ITB Prof. Dr. Masrur Ihsan. Dalam penelitiannya, teknologi matras bambu ini dirancang untuk perkuatan tanah di atas soft soil.

Dalam presentasi bertajuk “BAMBOO PILE-MATTRESS SYSTEM AS AN ALTERNATIVE OF SOFT GROUND IMPROVEMENT FOR COASTAL EMBANKMENT IN INDONESIA“, Masrur menyebutkan teknologi matras bambu ini cocok untuk tanggul di atas soft soil dengan ketinggian terbatas. Teknologi ini sendiri bahkan telah digunakan sebelum pembangunan jalur ganda di Semarang. Di antara lain adalah reklamasi tanah di Morokembangan, Surabaya pada 1999 silam.

Dalam proses pembangunan jalur ganda, proses pemanfaatan teknologi ini adalah sebagai berikut. Pertama-tama, batang-batang bambu disusun seperti tiang pancang dengan jarak 1 meter. Lalu selanjutnya, batang-batang bambu dirakit dengan bersilang sebanyak 3-5 lapis. Di atas batang-batang bambu yang disusun bersilang ini kemudian diletakkan matras bambu berupa anyaman bambu secara berlapis.

Pengurugan matras bambu Semarang
Proses pengurugan badan jalan untuk jalur ganda Semarang Tawang-Alastua di atas perkuatan matras bambu | Foto: Tempo

Matras ini kemudian diikat, dan diurug dengan sirtu (campuran pasir serta batu) dan tanah dengan ketebalan hingga 4 meter. Urugan ini kemudian dipadatkan dengan tekanan alat berat sehingga akan perlahan-lahan turun ke bawah tanpa hancur terkena air. Proses ini pun diulangi terus sehingga kemudian terbentuk tambak selebar 4 meter dari jalur rel eksisting dan kedalaman hingga 2 meter. Tanah dasar ini kemudian dimanfaatkan untuk pembangunan jalur ganda KA.

Selain untuk membuat jalur baru, jalur lama Semarang Tawang-Alastua juga dilakukan peninggian. Proses peninggian ini juga diperkuat dengan menggunakan matras bambu.

Peninggian jalur ganda dengan matras bambu
Pembuatan jalur baru dan peninggian jalur lama pada jalur ganda Semarang Tawang-Alastua | Sumber data: Prof. Dr. Ir. Masyhur Irsyam (2018). Infografis oleh Tim REDaksi

Keunggulan Matras Bambu

Dalam presentasinya, Masrur menyebutkan keunggulan teknologi matras bambu ini adalah dapat mendistribusi beban timbunan pada tanggul secara lebih merata, memberikan daya apung, dan mengurangi differential settlement karena kekakuan. Differential settlement sendiri dapat diartikan sebagai pergerakan tanah yang tidak merata di bawah fondasi, sehingga dapat menimbulkan keretakan pada fondasi.

Selain itu, bidang keruntuhan pada tanggul dengan matras bambu tidak dapat memotong bidang matras bambu, sehingga lebih stabil dibanding perkuatan dengan geotekstil. Meski perkuatan dengan geotekstil memberikan stabilitas karena kuat tarikannya dapat menahan momen tambahan bidang keruntuhan, tetapi bidang keruntuhan dengan geotekstil masih memotong geotekstil.

Perbandingan pola keruntuhan badan tanggul dengan berbagai perkuatan | Sumber data: Prof. Dr. Ir. Masyhur Irsyam & Sugeng Krisnanto (2008). Infografis oleh Tim REDaksi

Namun, fondasi batang bambu ini masih dapat terpengaruh oleh consolidation settlement. Consolidation settlement ini adalah pergerakan tanah akibat perubahan volume tanah karena tertekannya air dalam tanah. Oleh karenanya, fondasi matras bambu ini kemudian didukung dengan tiang pancang berupa cerucuk dari bambu. Cerucuk dari bambu ini dapat memberikan gesekan samping sehingga meningkatkan resistensi, dan mentransfer beban dari matras bambu ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Peningkatan stabilitas tanggul dengan cerucuk | Sumber data: Prof. Dr. Ir. Masyhur Irsyam (2018). Infografis oleh Tim REDaksi

Sedangkan dalam Majalah KA Edisi 74 September 2012, Kepala Satker Pembangunan Jalur Ganda Semarang-Bojonegoro Hendy Siswanto mengatakan teknologi ini juga memiliki keunggulan secara ekonomis. Menurutnya, bambu yang awalnya tidak terlalu ternilai dapat menjadi material tepat guna untuk teknologi pembangunan.

Meski diperlukan ratusan ribu batang bambu untuk konstruksi jalur ganda Semarang Tawang-Alastua, material bambu ini dinilai tidak sulituntuk didapatkan, dan ketersediaannya mencukupi. Selain itu, masyarakat pun merasakan manfaat ekonomis karena banyak batang bambu yang dibeli untuk keperluan proyek. Tenaga kerja lokal juga dapat banyak diserap dalam jumlah banyak dan tidak memerlukan keahlian khusus.

Pemanfaatan bambu dalam konstruksi jalur KA tidak hanya digunakan pada pembangunan jalur ganda lintas utara. Jalur ganda lintas selatan di Gombong-Karanganyar juga memanfaatkan bambu sebagai penguat tanah dalam proses konstruksi tanah dasar. Meski demikian, prinsip pengerjaannya bukan memanfaatkan matras bambu, tetapi cerucuk bambu disusun menjadi jaring, lalu rongga-rongganya diisi batu gamping dan ditutup geotekstil. (RED/IHF)

Referensi

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

×