Sepeda Kargo, Balap, hingga Gunung Bisa Masuk LRT Jabodebek!
REDigest.web.id, 11/12 – Tepat sejak hari Minggu tanggal 8 Desember 2024, layanan LRT Jabodebek memperbolehkan penggunanya membawa sepeda ke dalam rangkaian kereta. Sepeda yang termaksud ialah sepeda berukuran standar atau berbeda dari sepeda lipat. Apabila sepeda lipat dapat untuk memasuki rangkaian LRT Jabodebek pada hari kerja dan akhir pekan, sepeda ukuran standar hanya boleh masuk rangkaian LRT Jabodebek pada akhir pekan.
Apa itu Sepeda Ukuran Standar?
Pembaca mungkin bertanya, apa yang pihak LRT Jabodebek maksud dengan sepeda standar? Pertama kita akan membahas sepeda lipat terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan layanan LRT Jabodebek, sepeda lipat ialah sepeda yang rangka dan stangnya dapat terlipat hingga memiliki dimensi maksimal berukuran 100 x 40 x 30 cm. Adapun sepeda nonlipat atau sepeda berukuran standar adalah sepeda yang rangka dan stangnya tidak dapat terlipat dan memiliki ukuran maksimal sebesar 200 cm x 120 cm.
Sepeda Apa Saja yang Termasuk Sepeda Standar?
Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah jenis sepeda yang termasuk ke dalam sepeda standar. Ada banyak sepeda yang dapat masuk ke dalam pengelompokan ini misalnya seperti:
Nomor | Jenis Sepeda | Nama lain |
1 | Sepeda Kota | City Bike/ CTB, Town Bike/ TB, Stadsfiets (Omafiets, Opafiets) |
2 | Sepeda Ibu-ibu | Moederfiets, Mamachari |
3 | Sepeda Kargo (Utilitas) | Cargo Bike, Utility Bike, Heavy Duty Bike, Baker’s Bike, Butcher’s Bike, Transportfiets, Dienstfiets |
4 | Sepeda Pantai | Beach Bike, Cruiser Bike |
5 | Sepeda BMX | – |
6 | Sepeda Balap | Road Bike/ RB, Racefiets |
7 | Sepeda Gunung | Mountain Bike/ MTB |
8 | Sepeda Gravel | Gravel Bike |
Klasifikasi ini akan menimbulkan pertanyaan baru. Sepeda kargo yang terkenal di Indonesia karena berdimensi sangat panjang dan lebar itu memang boleh masuk LRT Jabodebek? Sebenarnya, sepeda kargo memiliki varian bentuk yang banyak sekali. Dari sekian banyak model sepeda kargo, yang termaksud oleh penulis ialah sepeda kargo utilitas.
Sepeda ini juga disebut sebagai sepeda kargo atau cargo bike saja di beberapa negara. Ada juga yang menyebutnya sebagai utility bike. Ada pula yang memanggilnya dengan heavy duty bike (merupakan sebutan lama dari era 1950-an). Di Inggris, model sepeda ini tersebut dengan nama baker’s bike alias sepeda tukang roti ataupun butcher’s bike alias sepeda tukang daging. Di Belanda, sepeda ini terkenal dengan nama transportfiets alias sepeda transport atau sepeda angkut. Orang Indonesia lebih mengenalnya dengan sebutan sepeda keranjang.
Sekadar informasi, istilah ‘sepeda kargo’ yang banyak tergunakan di Indonesia hanya merujuk kepada sepeda dengan ciri khas roda berukuran kecil di depan berjumlah satu atau dua, plat besi panjang di tengah, bak terbuka yang memanjang, sadel yang rendah di belakang, dan roda belakang yang lebih besar daripada roda depan. Model sepeda kargo ini secara spesifik bernama long john bike atau bakfiets di Belanda dan ladcykel di Denmark.
Lalu, apa yang dimaksud dengan sepeda ibu-ibu atau terkenal sebagai moederfiets di Belanda maupun mamachari di Jepang? Sepeda ini merujuk kepada sepeda dengan bingkai rangka yang rendah (step-through frame) serta memiliki tempat duduk untuk anak kecil pada bagian stang dan juga pada bagian dudukan pembonceng (bagagedrager).
Pengalaman Penulis Membawa Sepeda Kargo ke LRT Jabodebek
Penulis berangkat dari rumah dengan menggunakan transportfiets atau sepeda kargo utilitas alias sepeda keranjang dari rumah pada pukul 06.30 WIB setelah hujan deras mengguyur area tempat tinggal. Sebenarnya, sepeda ini awalnya merupakan sepeda stadsfiets alias sepeda kota atau city bike (CTB) model pria (herenfiets/ opafiets) dengan ukuran ban 28 inci. Stadsfiets kemudian menjalani modifikasi bergaya fungsional menjadi transportfiets dengan menambahkan elemen ciri khasnya seperti dudukan keranjang depan (voordrager), memasang keranjang sepeda (fietskrat), dan menambahkan tas sepeda (fietstas) atau pannier dua sisi (dubbele fietstas) di antara besi pembonceng (achterdrager of bagagedrager).
Penulis tiba di Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat pada pukul 07.30 WIB setelah menempuh perjalanan sejauh 14 km dengan kecepatan rata-rata sebesar 14 km/ jam. Waktu tempuh perjalanan terasa lebih lama karena penulis menggunakan sepeda yang sedari awal tidak memiliki rangka ringan karena cenderung mengutamakan aspek kegunaan dan karenanya sepeda penulis memiliki bobot lebih dari 25 kg. Sepeda ini juga tidak dilengkapi dengan percepatan atau versnelling sama sekali. Secara keseluruhan, ini adalah model yang sangat berbeda dari sepeda yang terjual di Indonesia belakangan ini yang mana fungsi utamanya adalah untuk berolahraga sehingga lebih mengutamakan performa dibanding kegunaan.
Wajar saja karena ini merupakan sepeda impor utuh/ CBU buatan Jepang bermerek Miyata buatan tahun 1950-an akhir (di Belanda bernama Koga-Miyata dan di Amerika Serikat dengan merek Univega). Alhasil, setiap tanjakan tertempuh dengan mengayuh mengandalkan kekuatan fisik ataupun mendorongnya jika tanjakannya sangat curam. Sebagai perbandingan, kecepatan rata-rata pesepeda di Belanda ialah 14 km/ jam sementara di Denmark yakni 15 km/ jam. Kecepatan itu berasal dari pengguna sepeda sejenis (stadsfiets, transportfiets, moederfiets) di kedua negara karena di sana mereka umumnya menggunakan sebagai alat transportasi dan bukan sarana berolahraga. Artinya, dengan model sepeda sejenis, penulis dapat mengimbangi kecepatan kayuhan pesepeda harian di Belanda dan Denmark meskipun penulis tinggal di Indonesia yang seringkali memiliki medan menanjak.
Tiba di Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat
Setibanya di stasiun, penulis mencoba menaikan sepeda ke atas ramp sepeda yang terletak pada sisi sebelah kiri tangga di pintu masuk stasiun sisi timur. Awalnya ban depan sepeda mendarat tepat pada ramp dan roda belakang berhasil masuk ramp namun ketika akan didorong naik tangga tiba-tiba saja sepeda tersangkut! Ternyata tas sepeda sebelah kiri menghantam tembok tangga sehingga sepeda tidak dapat bergerak maju lebih jauh. Penulis harap LRT Jabodebek memperbaiki hal ini dengan menggeser ramp sepeda sedikit ke arah sebelah kanan dari posisi sebelumnya. Beruntung, satpam atau biasa disebut PAM LRT Jabodebek langsung mengarahkan penulis berpindah ke lift yang terletak di antara pintu masuk stasiun sisi timur dan sisi barat. Sepeda akhirnya berhasil masuk ke lift meskipun harus diposisikan melintang miring di dalam lift dan tiba dengan selamat di bangunan stasiun.
Disambut Petugas Gate untuk Dokumentasi
Penulis tidak mengetahui apakah penulis merupakan pesepeda pertama yang tiba atau bukan tetapi gate stasiun langsung ramai dengan beberapa petugas untuk mengambil foto penulis ketika akan, sedang, dan setelah masuk gate bersama sepeda. Mereka turut membantu penulis ketika akan memasuki gate. Sebagai informasi, gate khusus sepeda menggunakan gate khusus pengguna kursi roda. Perbedaannya terletak pada dimensi gate yang lebih lebar berbanding gate lainnya dan terdapat logo kursi roda.
Petugas juga akan bertanya kemana penulis akan pergi dan mengarahkan menuju akses ‘kereta sepeda’. Istilah ini tertera pada stiker lantai dan pesepeda harap melihat logo sepeda, arah panah, warna jalur, kode jalur, nama jalur, dan nama stasiun akhir agar tidak salah arah ketika akan menuju ke peron stasiun. Misalnya saja di Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat, stiker kereta sepeda berwarna biru dengan aksen putih lengkap dengan tambahan kelir hijau dengan kode ‘BK’, nama jalur ‘LRT Bekasi Line’, dan nama stasiun akhir ‘Dukuh Atas BNI’.
Ada dua opsi menuju peron yang tersedia yakni dengan menggunakan ramp sepeda pada tangga ataupun lift. Kali ini penulis kembali mencoba ramp karena penasaran apakah percobaan akan berhasil mengingat percobaan sebelumnya di lantai bawah telah gagal. Roda depan sepeda berhasil masuk ke ramp, roda belakang berhasil masuk ramp, dan akhirnya tas sepeda tidak menabrak tembok tangga! Penulis terus mendorong sepeda dengan kuat mendaki tangga yang curam hingga pada akhirnya berhasil mencapai peron stasiun. Jujur, penulis sebelumnya tidak menyangka jika penulis akan kuat mendorong sepeda dengan berat di atas 25 kg sambil menaiki tangga curam.
Penulis menyarankan pembaca mengetahui terlebih dahulu jenis sepeda yang termiliki beserta beratnya, bersiap dan mengambil nafas panjang, serta mendorong sepeda sambil menaiki tangga dengan mengeluarkan tenaga sekuat mungkin agar sepeda tidak turun dan mengakibatkan celaka. Tangga menuju peron sangat tinggi maka pembaca harus siap dengan segala konsekuensi yang mungkin akan terjadi. Namun apabila pembaca merasa tidak yakin dengan kemampuannya, penulis sarankan agar menghindari ramp tangga dan menaiki lift yang tersedia untuk mencapai peron stasiun.
Sampai di Peron Stasiun
Sesampainya di peron, penulis langsung mengarahkan sepeda ke samping pintu tepi peron namun terposisikan agar tidak menganggu keluar-masuk penumpang. Penulis berupaya menyesuaikan posisi sepeda berdasarkan arahan pada lampiran infografis dari akun resmi LRT Jabodebek. Jika pembaca juga pengguna sepeda maka pembaca seharusnya juga memosisikan sepeda sesuai dengan infografis tersebut. Pembaca tidak boleh menempatkan sepeda di depan pintu tepi peron yang dapat terbuka dan tertutup apalagi menyandarkannya di sana karena dapat menganggu sistem otomatis yang tersedia. Selain penulis, ternyata juga ada rombongan pesepeda lainnya. Mereka semua membawa sepeda balap atau roadbike.
Memasukkan Sepeda ke Dalam Kereta
KRL LRT Jabodebek dengan nomor rangkaian TS07 tiba di Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat menuju arah Stasiun KAI LRT Jabodebek Dukuh Atas BNI. Penulis menunggu penumpang pejalan kaki masuk kereta terlebih dahulu sebelum akhirnya memasukkan sepeda penulis. Celah peron tidak terlampau jauh sehingga sepeda dapat masuk dengan mudah. Selanjutnya, penulis memosisikan sepeda pada sisi kiri pintu berdasarkan arah melajunya kereta. Hal ini sebelumnya juga telah menjadi imbauan LRT Jabodebek kepada pengguna sepeda melalui infografis.
Standar ganda pada bagian belakang sepeda penulis tegakkan, kunci standar ganda sepeda penulis aktifkan, dan stang sepeda penulis arahkan ke kiri dengan keranjang yang menempel kepada besi pegangan sebagai metode pencegahan agar sepeda tidak terjatuh. Penulis sempat mengambil beberapa dokumentasi foto sepanjang perjalanan menggunakan LRT Jabodebek menuju Stasiun KAI LRT Jabodebek Dukuh Atas BNI. Salah satu foto terpasang pada story Instagram penulis dengan tag kepada akun operator layanan kereta ini. Foto itu kemudian disematkan pada story akun resmi LRT Jabodebek.
Transportfiets dalam kereta dan nada pemberitahuan persis Nederlandse Spoorwegen (NS). Jakarta Indonesia semakin mirip Amsterdam Belanda? | Foto: Adrian Falah Diratama/ GM-MarKA
Nada pemberitahuan Nederlandse Spoorwegen (NS) atau perusahaan kereta api Belanda | Foto: Adrian Falah Diratama/ GM-MarKA
Turun di Stasiun KAI LRT Jabodebek Dukuh Atas BNI
KRL LRT Jabodebek tiba di stasiun akhir pada pukul 08.30 WIB atau 48 menit pascaberangkat dari Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat. Penulis menunggu semua penumpang pejalan kaki keluar kereta terlebih dahulu sebelum mengeluarkan sepeda penulis dari kereta. Sepeda berjalan dengan mulus melewati celah peron. Ketika akan turun ke bangunan stasiun, penulis tidak menuruni tangga melainkan mencoba menggunakan lift yang tersedia. Pengalaman menggunakan lift saat turun tidak ada masalah namun penulis tetap harus memosisikan sepeda dengan melintang miring agar dapat masuk seluruhnya ke dalam lift.
(Awalnya) Ingin Langsung Turun di Stasiun KAI LRT Jabodebek Harjamukti
Berbeda dengan rombongan pesepeda balap yang menuju gate untuk keluar dari Stasiun KAI LRT Jabodebek Dukuh Atas, penulis kembali menggunakan lift untuk mencapai peron stasiun arah Stasiun KAI LRT Jabodebek Jatimulya/ Harjamukti. Penulis berencana akan turun di Harjamukti untuk kembali pulang ke tempat tinggal. Awalnya penulis menaiki KRL LRT Jabodebek arah Jalur Bekasi dan nantinya turun di Stasiun KAI LRT Jabodebek Cawang untuk berpindah ke dalam kereta Jalur Cibubur. Penulis akhirnya membatalkan rencana ini karena ada keperluan mendadak dan memutuskan untuk keluar gate di Stasiun KAI LRT Jabodebek Pancoran bank bjb pada pukul 09.09 WIB.
Kembali Menggunakan Layanan Jalur Bekasi lalu Transit ke Jalur Cibubur
Setelah urusan pribadi selesai, penulis kembali ke Stasiun KAI LRT Jabodebek Pancoran bank bjb untuk pulang ke arah Harjamukti. Oleh karena kereta yang datang terlebih dahulu ialah kereta menuju Jatimulya, penulis memutuskan untuk menaiki kereta ini dan nantinya turun untuk berpindah kereta di satu stasiun sebelum Stasiun KAI LRT Jabodebek Cawang yakni Stasiun KAI LRT Jabodebek Ciliwung. Penulis berencana untuk melihat seperti apa pengalaman nyata ketika pengguna sepeda teriimbau untuk menempatkan sepedanya di sisi kiri pintu dari arah berjalannya kereta namun ketika kereta memasuki Stasiun KAI LRT Jabodebek Cawang, pintu yang terbuka justru berada di sisi sebelah kiri.
Insiden Terjadi!
Penulis sudah mempraktikkan metode pencegahan sepeda terguncang seperti yang telah tersebut sebelumnya yakni penegakan standar ganda pada bagian belakang sepeda penulis, pengaktifan kunci standar ganda sepeda penulis, dan pemosisian stang sepeda penulis ke arah kiri dengan keranjang yang menempel kepada besi pegangan. Oleh karena pengalaman sebelumnya dalam menempatkan sepeda pada pintu sisi kiri arah berjalannya kereta sepanjang perjalanan dari Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat menuju Stasiun KAI LRT Jabodebek Dukuh Atas BNI yang berjalan lancar, penulis memutuskan untuk duduk di kursi yang berada tepat di depan sepeda penulis. Sepeda berdiri tegak tidak ada masalah dan penulis bersantai di kursi sambil menikmati air minum.
Tiba-tiba penulis melihat sepeda penulis berguncang dan kemudian rubuh ke lantai kereta! Penulis terhentak kaget dan air di botol minum penulis tumpah semua ke lantai. Dua penumpang lainnya dengan sigap membantu penulis mengangkat sepeda. Perasaan saat itu bercampur aduk karena kombinasi antara kaget dan heran. Pengalaman penulis sebelumnya menjadi tidak berarti karena ternyata sepeda yang telah terposisikan dengan aman dapat terguncang dan tergeletak di permukaan lantai.
Penulis merasa bersalah karena sepeda kargo milik penulis tidak sengaja terjatuh dan untungnya tidak ada masalah signifikan pada permukaan lantai KRL LRT Jabodebek. Berdasarkan pengalaman ini, penulis merasa operator LRT Jabodebek yakni KAI Divisi LRT sebaiknya memasang dudukan pengunci roda sepeda yang dapat diatur sesuai dengan lebar ban sepeda pada sisi bawah kursi di dekat pintu KRL agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Berpindah ke KRL LRT Jabodebek Jalur Cibubur
Setibanya di Stasiun KAI LRT Jabodebek Ciliwung, penulis turun dari KRL LRT Jabodebek Jalur Bekasi dan menunggu kedatangan KRL LRT Jabodebek Jalur Cibubur. Kereta tiba dan penulis kembali menempatkan sepeda di pintu sebelah kiri dari arah melajunya kereta. Kali ini sepeda terletakkan dengan metode yang sedikit berbeda. Apabila sebelumnya stang diarahkan ke kiri hingga keranjang sepeda menyentuh pegangan besi, kali ini ban sepeda terarah hingga mentok ke sisi samping kursi dengan stang sepeda yang tetap mengarah ke sebelah kiri.
Ketika kereta akan tiba di Stasiun KAI LRT Jabodebek Cawang, penulis hampir lupa untuk memindahkan sepeda. Beruntung ada penumpang yang mengingatkan. Untuk memudahkan pergerakan sepeda, penulis hanya menempatkan sepeda pada bagian tengah kereta atau dalam kata lain, tidak di pintu sisi kiri ataupun sisi kanan dari arah datangnya kereta. Ketika pintu menutup, penulis langsung memindahkan kembali sepeda ke pintu kiri kereta dengan metode terbaru pasca rubuhnya sepeda penulis. Tidak terdengar adanya himbauan untuk memindahkan sepeda dari pintu sebelah kiri maka penulis sangat menyarankan agar pihak operator LRT Jabodebek yakni KAI Divisi LRT mempertimbangkan memasukkan pengumuman dengan segera.
Menyelesaikan Perjalanan di Stasiun KAI LRT Jabodebek Harjamukti
Sepeda tiba dengan aman di Stasiun KAI LRT Jabodebek Harjamukti pada pukul 14.39 WIB dengan tidak adanya guncangan sama sekali selama berada di dalam KRL LRT. Oleh karena kondisi fisik yang sudah lelah, penulis akhirnya tidak mencoba ramp turun tangga dan memilih memasukkan sepeda ke dalam lift ketika akan turun dari peron ke bangunan stasiun maupun ketika ingin turun dari bangunan stasiun ke permukaan jalan.
Penulis kembali mengayuh sepeda dari Stasiun KAI LRT Jabodebek Harjamukti ke tempat tinggal sejauh 14 km atau jarak yang sama ketika berangkat dari rumah menuju Stasiun KAI LRT Jabodebek Bekasi Barat di hari yang sama. Dalam kata lain, sepeda telah berhasil menjadi kendaraan pribadi yang ramah lingkungan untuk penulis dalam bergerak aktif pada perjalanan first mile dan juga perjalanan last mile.
LRT Jabodebek adalah Nostalgia Gaya Baru Malam Selatan
PT KAI Divisi LRT sebagai operator LRT Jabodebek juga telah membantu mewujudkan nostalgia penulis ketika menggunakan layanan ‘KRL’ Ekonomi AC operator PT KA (Kereta Api) Divisi Jabotabek dari Stasiun KA Jakarta Kota menuju Stasiun KA Bekasi. Saat itu, penulis melihat langsung adanya penumpang yang memasukkan sepedanya ke dalam KRL AC bekas Jepang. Kejadian ini terjadi pada tahun 2011 atau ketika penulis masih mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD). 13 tahun berselang, penulis akhirnya mewujudkan hal yang sama seperti yang pernah penulis lihat dengan mata kepala sendiri! Bedanya, penulis justru memasukkan sepeda berusia 60 tahun ke dalam kereta yang bergerak tanpa adanya masinis berkat pemasangan sistem GoA (Grade of Automation) 3. Nostalgia memang menjadi semakin menyenangkan jika berpadu dengan AI (Artificial Inteligence)! (RED/ AFD)