GM-MarKA Adakan Napak Tilas Jalur Mati Rangkasbitung-Labuan

REDigest.web.id – Rabu, 29 Januari 2024 lalu, Gerakan Muda Penggemar Kereta Api (GM-MarKA) mengadakan kegiatan jelajah kuliner Rangkasbitung dan napak tilas jalur mati Rangkasbitung-Labuan dari titik percabangan hingga stasiun Warunggunung. Meskipun cuaca di beberapa wilayah sedang kurang mendukung, namun kegiatan ini tetap berjalan dengan peserta sebanyak 6 orang.
Kegiatan dimulai pukul 10.30 dengan berkumpulnya peserta di stasiun Rangkasbitung. Tujuan pertama adalah mencicipi segarnya Es Campur H. Muin yang terletak di Pasar Rangkasbitung. Es Muin- begitulah panggilan akrab para penggemar kereta api terhadap kedai es ini, adalah kedai es campur legendaris yang sudah ada di Rangkasbitung sejak 1987. Awalnya, lokasinya berada di area luar Stasiun Rangkasbitung, namun karena pembangunan dan penataan yang dilakukan oleh PT KAI, lokasi kedai pindah ke salah satu kios di Pasar Rangkasbitung sampai sekarang.

Ciri khas dari Es Muin ini adalah campuran kacang hijau yang ditambahkan dalam setiap penyajiannya. Selain itu, pelanggan juga dapat memilih untuk ditambahkan potongan alpukat atau tidak, dan esnya dapat dicampur ataupun dipisah. Harga segelas es campur juga cukup terjangkau, hanya berkisar Rp10.000 – 12.000 Rupiah saja. Es Campur H. Muin tidak membuka cabang di manapun, dan tidak menjual menu makanan. Namun jangan khawatir, di sebelahnya terdapat mie ayam yang dapat diantarkan ke meja kedai es.

Setelah puas menikmati segelas Es Muin dan semangkuk mie ayam, napak tilas pun dimulai pada pukul 11.30. Perjalanan diawali dari titik percabangan jalur arah Labuan di sebelah utara jembatan sungai Ciujung. Di lokasi ini dulu terdapat wesel yang mengarahkan kereta api menuju Merak atau Labuan, berikut dengan sebuah rumah sinyal. Baik wesel, rumah sinyal, maupun sisa rel menuju Labuan di sini sudah tidak berbekas. Meskipun begitu, bekas trase jalurnya masih terlihat jelas dan sekarang menjadi jalan setapak.

Napak tilas terus berlanjut menyusuri bekas trase rel yang sebagian besar hanya menyisakan sedikit batu kerikil, beberapa tiang telegraf dan patok tanah aset PT KAI sebagai penanda bahwa dahulu jalan warga tersebut adalah rel kereta api. Beberapa potong rel memang masih terlihat, meskipun ada yg sudah berpindah dari posisi aslinya. Sejumlah bangunan baik permanen maupun semi permanen juga berdiri di atas trase rel tersebut. Beberapa kali langkah kaki harus terhenti karena menyeberangi jalan raya, yang dulunya tentu saja adalah sebuah perlintasan kereta api.

Setelah berjalan kaki menyusuri trase rel sampai kurang lebih sejauh 3,6 km, peserta tiba di sebuah jembatan yang melintang di atas jalan tol Serang – Panimbang, tepatnya di daerah Kaduagung. Jembatan ini adalah jembatan baru yang dibangun sepaket dengan jalan tol. Menariknya, jembatan ini sudah dipersiapkan untuk reaktivasi jalur kereta api.
Baca juga:Â DJKA akan Reaktivasi Jalur Rangkasbitung-Labuan

Perjalanan dilanjutkan menuju bekas stasiun Warunggunung, masih dengan menyusuri trase rel kereta api. Sepanjang perjalanan hanya nampak plang dan patok bertuliskan aset PT KAI yang menjadi panduan jika napak tilas masih berada pada jalur yang benar. Trase ini kemudian mendekati jalan raya Rangkasbitung – Pandeglang dan berada tepat di sisi utara jalan sampai stasiun Warunggunung.

Total jarak yang ditempuh dari percabangan jalur di Rangkasbitung sampai dengan stasiun Warunggunung kurang lebih 8,6 km yang memakan waktu 3,5 jam dengan berjalan kaki dan sesekali berhenti di warung untuk beristirahat.

Peserta tiba di tujuan akhir napak tilas yaitu Stasiun Warunggunung sekitar pukul 3 sore. Lokasi stasiun Warunggunung berada di belakang Koramil Warunggunung. Tepat di sebelah Koramil terdapat jalan yang cukup lebar untuk dimasuki kendaraan roda empat, yang merupakan akses menuju stasiun.

Bangunan stasiunnya sendiri masih berdiri kokoh dan kini difungsikan sebagai sarang burung walet. Emplasemen stasiun Warunggunung dulunya memilki 2 jalur dengan 2 peron rendah, dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Area emplasemen ini kini sudah menjadi pekarangan rumah warga, kebun, empang, jalan umum, dan beberapa bangunan semipermanen.

Di sisi barat bangunan stasiun masih terdapat rumah dinas yang kini dihuni warga, bekas rel kereta api lengkap dengan bantalan kayu dan besi, wesel percabangan jalur dengan lidah wesel mengarah ke jalur 2 (sepur lurus), dan plat besi di tanah yang diduga sebagai dudukan torn/corong pengisian air lokomotif uap.

Salah seorang warga senior yang ditemui di lokasi menuturkan, jalur mati Rangkasbitung – Labuan dan stasiun Warunggunung yang ditutup pada tahun 1984 ini kerap didatangi oleh orang-orang yang sekedar mengambil dokumentasi ataupun oleh pihak terkait yang bertugas menjaga aset. Menurut beliau, sekitar setahun yang lalu bahkan ada orang yang melakukan napak tilas dengan berjalan kaki dari Rangkasbitung sampai Labuan sejauh 56 km.



Setelah berfoto dan beristirahat sejenak, peserta kembali ke Rangkasbitung dengan menggunakan angkot. Untuk mencapai stasiun Rangkasbitung diperlukan 2 kali naik angkot yaitu angkot Pandeglang – Terminal Mandala, lalu berpindah ke angkot Mandala – stasiun Rangkasbitung. Namun perlu diwaspadai adanya “mafia” angkot yang akan menghentikan angkot dari arah Pandeglang di depan akses tol Rangkasbitung.
Lokasi ini masih berjarak sekitar 700 meter dari terminal Mandala. Jika mengalami proses transit angkot di depan akses tol ini, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih besar karena harga diatur oleh para “mafia” tersebut. Normalnya, Warunggunung – Rangkasbitung menghabiskan ongkos sekitar 15 ribu rupiah per orang dengan transit normal di Mandala. Namun ketika angkot dihentikan di depan akses tol, ongkos bisa mencapai 20 ribu rupiah per orang. Untuk mensiasati ini, jika bepergian secara rombongan lebih baik memesan taksi online dari Warunggunung. (RED/TGP)