Semua Tentang KRL Seri 8500 Rangkaian 8612F
Jalur Den-en-toshi adalah salah satu jalur milik perusahaan Tokyo Express Electric Railway (Tokyo Kyuko Dentetsu, lebih dikenal dengan sebutan Tokyu) dengan panjang 31.5 kilometer yang dibuka pada 15 Juli 1927. Jalur ini terdiri dari 27 stasiun dengan lebar jalur 1067 mm dan elektrifikasi 1500 volt arus searah (direct current/DC). Jalur ini juga terhubung dengan jalur Hanzomon milik Tokyo Metro, dan jalur Skytree serta Nikko milik Tobu Railway. Ada banyak jenis rangkaian kereta rel listrik (KRL) yang pernah beroperasi di jalur ini, salah satunya KRL seri 8500. 400 unit kereta dibuat sejak tahun 1975 hingga 1991. Sebagai tahap awal, pada tahun 1975-1976 dibuatlah 16 rangkaian KRL, di mana rangkaian 8612F merupakan salah satunya.
Kehidupan di Jepang
Awal kehidupan
Empat kereta pertama rangkaian 8612F dibuat pada tahun 1975 dengan komposisi all-motored car, di mana seluruh kereta memiliki komponen traksi aktif. Kemudian pada tahun 1976, satu kereta pengikut (trailer) bernomor 8912 ditambahkan sehingga formasi rangkaian ini berubah menjadi 5 kereta.
Tak perlu waktu lama, pada tahun 1977 kereta motor berpantograf dengan nomor 8736 ditambahkan, dan pada tahun 1978 kereta motor dengan nomor 8833 dan kereta pengikut dengan nomor 8929 ditambahkan. Pada tahun 1978, rangkaian ini menjadi rangkaian formasi 8 kereta.
Menjadi rangkaian formasi 10 kereta
Formasi rangkaian ini tidak berubah selama sembilan tahun. Pada tahun 1987, sepasang kereta motor dengan nomor 0817 dan 0717 ditambahkan pada 8612F. Pasangan kereta motor ini merupakan unit ke-117 dari kereta DeHa (kodefikasi kereta motor pada KRL Tokyu) 8800 dan 8700. Dikarenakan keterbatasan digit penomoran, maka setelah kereta motor 8899 dan 8799 dibuat, unit ke-100 dan seterusnya dinomori 0800 dan 0700. Formasi 10 kereta inilah yang kemudian terus digunakan oleh 8612F di sepanjang kariernya di jalur Den-en-toshi sejak tahun tersebut.
亡くなった方がいないようなので、8612Fを偲ぶ。
東横線最後の非軽量8500系だったので、思い入れが多いんだよね…。
写真はどちらも88年8月撮影。 pic.twitter.com/4KMVDfLKnh— 鷹番番外地・老眼地獄 (@masa_1972hg) March 12, 2019
Di masa ini, penampil tujuan yang tadinya menggunakan gulungan buta (roller blind) digantikan dengan penampil tujuan LED tiga warna. Pemasangan cowcatcher juga dilakukan pada rangkaian ini, dan bertahan sampai akhir karirnya.
Rangkaian 8612F juga termasuk rangkaian dengan penanda huruf K pada bulatan, di mana rangkaian ini tidak diizinkan untuk masuk ke jalur Tobu. Ada 11 rangkaian KRL seri 8500 yang pernah atau masih memiliki penanda ini.
Akhir karir di Jepang
Pada tahun 2002, KRL seri 5000 mulai diproduksi untuk menggantikan KRL seri 8000 dan 8500 dari operasional. KRL seri 8500 sendiri mulai digantikan oleh KRL seri 5000 pada tahun 2006, terutama rangkaian-rangkaian yang tidak diizinkan masuk ke jalur Tobu. 8612F sendiri menjadi salah satu dari rangkaian KRL seri 8500 terakhir yang digantikan oleh KRL seri 5000 pada tahun 2008, di mana pada tahun-tahun setelahnya tidak ada lagi KRL seri 8500 yang pensiun sampai tahun 2018. Setelah 33 tahun berkarir di jalur Den-en-toshi, perjalanan karir 8612F harus terhenti.
Di tahun itu, 8612F dipensiunkan oleh Tokyu bersama 8609F, 8618F, dan 8624F. 8609F, 8612F, dan 8618F merupakan rangkaian yang beruntung karena diberikan kesempatan kedua untuk hidup. 8609F dijual ke perusahaan Chichibu Railway, sementara itu 8612F dan 8618F dijual ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Jabotabek.
Kehidupan kedua di Indonesia
Bagian dari pengadaan KRL sejak 2004
KAI Divisi Jabotabek telah mendatangkan unit-unit KRL dari Jepang sejak tahun 2004. Ini merupakan tren baru dalam pengadaan sarana KRL di Indonesia yang pertama kali dipicu oleh penghibahan KRL seri 6000 oleh Pemerintah Kota Tokyo kepada Pemerintah Indonesia cq Departemen Perhubungan pada tahun 2000 hingga 2001.
Setelah berhasil mendatangkan empat rangkaian KRL seri 103 dari perusahaan JR East di tahun 2004, KAI Divisi Jabotabek kembali mendatangkan unit-unit KRL pada tahun 2005 hingga 2008 dari perusahaan Tokyu Railway. Pengadaan KRL yang pada saat itu dibanderol harga 800 juta rupiah per unit oleh Tokyu ini diikuti juga oleh Departemen Perhubungan yang mendatangkan KRL seri 1000 dan 5000 eks Toyo Rapid dan Tokyo Metro pada tahun 2007, meskipun pada saat yang sama KAI masih mengimpor KRL dari Tokyu.
8612F merupakan rangkaian KRL Tokyu ke-8 dan rangkaian seri 8500 ke-6 yang dikirim dari Pelabuhan Yokohama di Jepang menuju Pelabuhan Tanjung Priok di Indonesia. Selain 8618F, rangkaian 8612F tiba di Jakarta di tahun yang sama dengan 8039F.
Persiapan sebelum dikirim
Pada saat itu, prasarana di wilayah Jabotabek masih belum siap untuk menerima pengoperasian KRL yang formasinya lebih dari 10 kereta. Panjang peron masih belum ditambah, dan daya listrik juga masih belum ditambah. Hal ini mengharuskan formasi 8612F diperpendek menjadi 8 kereta, seperti halnya KRL seri 8500 lainnya yang dikapalkan ke Indonesia.
Sebelum dikirimkan ke Pelabuhan Yokohama, pasangan kereta motor 8833 dan 8736 dilepas dari rangkaian. Kedua kereta ini kemudian dibesituakan oleh Tokyu di tahun yang sama. Sedangkan kereta lainnya kemudian disiapkan di Pelabuhan Yokohama untuk dikapalkan.
#東急8500系
8612Fがインドネシアボゴール近郊で事故に遭遇して大破したそうですが、ここで現役引退間近の姿と輸出前 川崎市営埠頭に留め置かれていた頃の姿をご覧くださいませ。 pic.twitter.com/getUQJMxef— あわ☆さくら@あまおと小説&このはなマルシェ (@awa_sakura) March 10, 2019
Cowcatcher asli milik rangkaian ini juga dilepas di Jepang untuk satu alasan yang tidak diketahui hingga kini.
Awal kehidupan kedua di Indonesia
Setibanya di Jakarta, rangkaian 8612F kemudian dibawa ke Dipo Bukit Duri untuk proses adaptasi lingkungan. 8612F kemudian diwarnai ulang dengan skema warna hijau kuning dengan motif yang hampir kembar dengan 8618F. Bedanya, jika 8612F memiliki lekukan striping muka pada bagian bawah, 8618F memiliki lekukan striping muka pada bagian atas. Cowcatcher custom buatan lokal juga dipasangkan pada setiap kereta berkabin.
Bersama dengan 8618F, 8612F lebih banyak menghabiskan awal karirnya di jalur Bekasi dan berdinas sebagai KRL Bekasi Ekspres. Kadang-kadang, 8612F muncul di jalur Bogor sebagai KRL Depok Ekspres, Pakuan Ekspres, atau Ekonomi AC Bogor.
Berganti seragam di awal era KCJ
Setelah beberapa tahun beroperasi di wilayah Jabodetabek, 8612F akhirnya mendapatkan jatah perawatan akhir lengkap (PAL) pertamanya di awal era KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) sekitar tahun 2010-2011. Mengikuti tren pada saat itu, 8612F berganti skema warna menjadi biru-kuning dengan motif tanduk pada bagian muka.
Skema warna inilah kemudian yang terus menjadi skema warna 8612F selama beberapa tahun setelahnya, bersama dengan KRL Tokyu lainnya. Di masa ini juga, 8612F mulai lebih banyak beroperasi di Bogor seiring dengan kedatangan KRL seri 05, 203, 6000, dan 7000 yang diimpor oleh KCJ mulai tahun 2010 hingga 2013.
Tidak mengherankan bila 8612F lebih banyak menghabiskan waktunya di jalur Bogor, terutama setelah era Commuter Line atau era perjalanan satu kelas yang berhenti di setiap stasiun. Ini disebabkan 8612F dipindahkan alokasinya ke Dipo Bogor yang pada saat itu dijadikan spesialis KRL peninggalan Divisi Jabotabek. Sementara itu, Dipo Bukit Duri dan Dipo Depok dijadikan spesialis KRL milik KCJ.
Pada masa ini juga kereta 8929 sempat ditukar dengan kereta 8904 milik 8604F. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena kedua kereta yang bertukar posisi ini kembali ke rangkaian aslinya.
Distandarkan menjadi merah-kuning
Menjelang akhir 2016, atau 8 tahun karir 8612F di Jakarta, sebuah tren baru muncul. Pada saat itu, rangkaian KRL peninggalan Divisi Jabotabek mulai diwarnai merah-kuning seperti halnya KRL milik KCJ. Hal ini dikarenakan pengelolaan KRL peninggalan Divisi Jabotabek telah sepenuhnya diserahkan pada KCJ.
Tentu saja, 8612F juga tidak luput dari standarisasi skema warna menjadi merah-kuning. Stiker merah dan kuning pun dipasang menutupi warna biru dan kuning dari PAL sebelumnya. Namun sisa-sisa skema biru dan kuning masih dapat diterawang dari balik stiker tersebut.
Di tahun 2017, rangkaian 8612F kembali menjalani PAL di Dipo Depok. Pada kesempatan ini, stiker merah dan kuning dilepas seluruhnya dan digantikan dengan cat. Sehingga skema terakhir Divisi Jabotabek pun akhirnya hilang dari 8612F.
Era KCI: Pemasangan kode rangkaian, penggantian unit AC, menjadi calon SF12
Tidak ada perubahan berarti pada 8612F hingga tahun 2018. Sepanjang tahun 2018, ada beberapa perubahan penampilan pada 8612F. Yang paling pertama adalah pemasangan kode rangkaian pada sisi asisten masinis. Pemasangan kode rangkaian ini mengikuti pada KRL eks JR East yang telah terlebih dahulu dipasangkan mulai 2017. Kode rangkaian yang digunakan memiliki warna latar hijau dengan warna huruf putih.
AC baru
Kemudian pada akhir 2018, 8612F menjadi salah satu rangkaian KRL Tokyu yang beruntung mendapatkan jatah penggantian unit pendingin udara (AC). Rangkaian Tokyu lainnya yang mendapatkan jatah penggantian AC adalah 8618F. Sebelumnya, AC baru ini telah diujicobakan pada kereta 8804 di rangkaian 8604F.
Unit AC baru ini dibuat oleh pabrikan Korea, Dawonsys. AC seberat 210 kilogram per unit ini memiliki kapasitas 11000 kilo kalori per jam, dengan daya maksimal 5.5 kilowatt dan arus maksimal 18 ampere. AC dengan model DW-PAC11K-IDN ini merupakan AC custom yang dipesan khusus oleh KCI. Memiliki ukuran 1720 mm x 1100 mm x 410 mm, AC ini sedikit lebih besar daripada AC asli KRL Tokyu. Sehingga tutup boks AC dipasang lebih longgar dari atap kereta, dan menambah tinggi kereta dari kepala rel sebanyak beberapa milimeter. AC baru membuat suhu ruangan pada interior KRL menjadi lebih dingin ketimbang AC lama.
Calon SF12
Setelah penggantian AC, rangkaian 8612F, lagi-lagi bersama 8618F, diprogramkan oleh KCI untuk menjadi rangkaian formasi 12 kereta beserta dengan 8607F di akhir 2018. Pada saat itu, belum jelas rangkaian mana yang akan dijadikan donor. Spekulasi mulai muncul ketika 8607F pada saat itu tidak mendapat jatah penggantian AC, di mana rangkaian ini dirumorkan akan jadi pendonor.
Rencana perakitan rangkaian SF12 ini tetap menjadi abu-abu selama beberapa bulan. Hingga akhirnya pada awal Maret lalu, rangkaian 8618F yang baru selesai melakukan penggantian roda dikirim ke Depok untuk pengecekan akhir sebelum diujicobakan. Di mana setelah selesai uji coba pada 6 Maret 2019 yang lalu, 8618F langsung masuk ke Balai Yasa Manggarai untuk digandengkan dengan empat kereta tengah dari 8607F dan menjadi rangkaian SF12 ke-21 milik KCI. 8618F kemudian diujicobakan pada 9 Maret 2019, dan langsung berdinas pada 10 Maret 2019.
Setelah 8618F, 8612F seharusnya akan menjadi rangkaian SF12 ke-22 milik KCI. Bila berhasil menjadi rangkaian SF12, 8612F akan memiliki komposisi rangkaian seperti 8604F yaitu 8+4. Kemungkinan skenarionya, kereta 8507 dari 8607F akan dipindahkan agar kemudian tergandeng dengan kereta 8607 dengan menggunakan kabel multiple unit dan selang pengereman, lalu diselipkan menjadi kereta 5-8 baru di rangkaian 8612F.
Untuk mendukung rencana ini, haluan rangkaian 8612F pun telah diputar menyesuaikan haluan rangkaian 8607F dan 8618F. Posisi kereta 8512 telah diarahkan ke arah Jakarta Kota, sedangkan kereta 8612 diarahkan ke arah Sukabumi.
Nasib nahas
Minggu, 10 Maret 2019, rangkaian 8612F mengawali pagi sebagai KA 1719-1720 relasi Bogor-Jatinegara, yang berangkat pukul 5:20 pagi dari Stasiun Bogor. 8612F beroperasi secara normal tanpa kendala berarti dari Bogor ke Jatinegara. Sesampainya di Jatinegara, 8612F berhenti sebentar sebelum kembali sebagai KA 1721-1722 relasi Jatinegara-Bogor.
Sekitar pukul 9 pagi, 8612F sebagai KA 1722 melintas langsung di dekat eks Stasiun Mampang, Jakarta Selatan. Di tempat ini, seorang pecinta KA mengabadikan 8612F dalam bentuk foto sebelum nantinya, seharusnya, menjelma menjadi rangkaian SF12. Ekspektasi sebagian besar pecinta KA pada saat itu rangkaian 8612F beberapa hari lagi akan segera menjadi rangkaian SF12. 8612F kemudian berlalu menuju Bogor.
Jam kini menunjukkan pukul 10 pagi. 8612F berangkat dari Stasiun Cilebut menuju Bogor. Saat melintasi KM 51 antara Cilebut-Bogor, nasib nahas terjadi. Saat melintasi perlintasan nomor 28 di wilayah Kebon Pedes, roda-roda pada kereta-kereta di sisi selatan 8612F keluar dari rel. 8612F kemudian menghantam tiang listrik aliran atas (LAA) seksi udara (air section) hingga rubuh, mengakibatkan tiang LAA air section di jalur sebelahnya ikut rubuh, dan masih meluncur tak terkendali hingga menghantam lagi tiang LAA lain sebelum akhirnya berhenti.
Aftermath
8612F kemudian berhenti dengan kondisi kereta 8612 terjungkal dan nge-trill dengan kerusakan parah pada kabin sisi asisten masinis. Sementara itu, kereta 8712 terguling dengan satu unit AC lepas dari kereta dan beberapa lapisan atap terkelupas. Kereta 8912 anjlok dengan posisi miring. Terakhir, kereta 0817 terangkat sedikit di sisi selatan. Posisi kereta 8612 pada saat anjlok juga mengakibatkan rel di jalur sebelahnya bengkok akibat terdorong sudut kereta. Sementara itu, kereta 0717, 8929, 8812, dan 8512 tidak mengalami kerusakan.
Anjloknya 8612F kemudian langsung melumpuhkan perjalanan KRL lintas Bogor. Perjalanan KRL dipotong hanya sampai Stasiun Depok, yang kemudian dibuka hingga Stasiun Bojonggede. Stasiun Cilebut sementara ditutup untuk layanan KRL, di mana selanjutnya emplasemen Stasiun Cilebut digunakan untuk keperluan manuver evakuasi.
Evakuasi rangkaian 8612F
Sebagai respon gawat darurat, kereta rel diesel (KRD) penolong (nood rijtuigen/NR) “Djoko Tingkir” milik Dipo Bukit Duri langsung dikirimkan ke lokasi. Kereta penolong milik Dipo Lokomotif Jatinegara pun menyusul dikirimkan ke lokasi. Kedua kereta penolong ini banyak melalui jalur kiri sepanjang perjalanan, dan menyusul KRL-KRL yang harus berhenti saat kereta penolong lewat di sebelahnya.
Selain NR, dua unit railway crane juga dikirim dari Bandung (milik Kementerian Perhubungan) dan Cirebon (milik KAI) karena evakuasi tidak mungkin hanya dilakukan dengan menggunakan dongkrak hidrolik.
Sesampainya di lokasi, KRD NR langsung menggandengkan diri dengan kereta 8512. Alat perangkai antara kereta 8929 dan 0717 kemudian dilepaskan, dan kemudian kereta 8512, 8812, dan 8929 dipisahkan untuk selanjutnya ditarik ke Dipo KRL Depok. NR Jatinegara menjadi yang tiba berikutnya, dan lokomotif penghela langsung menggandengkan diri dengan kereta 0717. NR Jatinegara datang membawa beberapa balok kayu dan dongkrak hidrolik untuk menurunkan kereta 0817 yang terangkat sedikit. Setelah kereta 0817 dikembalikan ke rel, lokomotif dan NR Jatinegara menarik kereta 0717 dan 0817 ke Stasiun Cilebut.
Menggunakan crane
Di Stasiun Cilebut, dua kereta dari 8612F yang nahas ini menunggu kedatangan crane dari Bandung yang memang tiba di wilayah Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta terlebih dahulu. Setelah crane Bandung datang, lokomotif pun ditukar, dan kereta 0717 dan 0817 melanjutkan perjalanan ke Depok menggunakan lokomotif yang tadinya menghela crane Bandung ke Cilebut. Sedangkan lokomotif yang menghela NR dan NR itu sendiri kembali bersama crane Bandung ke lokasi kecelakaan.
Evakuasi menggunakan crane pun dimulai dan kereta 8912 menjadi kereta pertama yang diangkat ke rel. Kereta 8912 berhasil dinaikkan kembali ke atas rel pukul 19:13. Selanjutnya adalah kereta 8712 dan kereta 8612. Kereta 8612 menjadi yang terakhir naik ke rel pada pukul 1:45 di esok harinya (11/3). Kereta 8612, 8712, dan 8912 kemudian didorong dengan KRD NR ke Dipo Bogor setelah matahari terbit untuk selanjutnya diinvestigasi.
Setelah nasib nahas
Kini, tiga kereta yang ringsek dari 8612F masih berada di Bogor. Sementara itu, lima kereta yang selamat masih berada di Depok. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana nasib 8612F setelah kecelakaan, tentunya terkecuali pemilik rangkaian tersebut. Namun dalam suatu kesempatan, Direktur Utama KAI, Edi Sukmoro, membuka kemungkinan bahwa setidaknya kereta-kereta yang selamat dari 8612F akan digunakan lagi.
Setelah kecelakaan yang dialami 8612F, menurut laporan pandangan mata yang kami terima dari atas jembatan Dipo Depok, rangkaian 8608F yang tidak beroperasi sejak awal 2018 lalu telah dipindahkan dari jalur parkir ke workshop Dipo KRL Depok. Tidak diketahui atas alasan apa, namun bisa jadi ini bukan sebuah kebetulan.
Hanya waktu yang tahu bagaimana nasib 8612F selanjutnya. (RED/MPF)
Pingback: KRL Seri 8500 Turut Dikirim ke Pasirbungur - Railway Enthusiast Digest