[Fiksi Bersambung] Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 5
Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 5
Pukul setengah 7 pagi di stasiun Gambir. Suara gemuruh kereta api yang hilir mudik di atas stasiun seakan mendominasi. Memang, aktivitas stasiun dan jalanan di sekelilingnya belum nampak ramai.
“Hoam.. Kenapa sih harus naik Argo Muria? Ga ada kereta yang lebih siang lagi?” keluh Cakra sambil menahan kantuk.
“Lho kita harus sampai di titik koordinat itu sebelum 13.30. Argo Muria ini yang paling cocok!” jawab Rian.
“Oh iya, kamu mau pergi jauh kok masih pake kaos item kucel sama celana yang kemarin sih? Kayaknya setiap kita ketemu juga kamu gak ada perubahan, rapi dikit kek gitu,” sambung Rian.
“Terserah gua lah, baju gua emang cuma itu-itu aja. Males gua ngikutin gaya bocah alay kek lu,” balas Cakra.
“Lho iki bukan alay, brand terkenal semua ini. Gimana cewek mau tertarik kalo kamu berantakan gitu..” kata Rian sambil merapikan jaketnya.
“Oh, jadi lu kira gua kaga punya cewe?” balas Cakra dengan nada tinggi.
Kereta api Argo Muria berangkat dari stasiun Gambir tepat pada waktunya. Ini adalah pertama kalinya Cakra naik kereta api jarak jauh kelas eksekutif. Sedangkan Rian yang sudah berkali-kali naik di kelas eksekutif sibuk menjelaskan banyak hal tentang kelas tersebut pada Cakra. Cakra terlihat antusias mendengarkan dan mencoba satu persatu fasilitas yang ada.
“Sebenernya ada lagi Be, kelas yang lebih tinggi dari eksekutif namanya priority dan luxury. Nah yang luxury itu kursinya mirip kelas bisnis di pesawat..”
“Bentar Te, tahan dulu. Gua ngerasa ada yang ngawasin kita,” bisik Cakra.
Cakra dan Rian menengok sekeliling. Sekilas tidak tampak seseorang yang mencurigakan, tapi Cakra yakin betul jika ada yang mengawasi mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk membagi tugas, Cakra memeriksa ke arah depan dan Rian ke arah belakang rangkaian kereta. Hasilnya, mereka tidak menemukan siapapun yang mereka kenal atau dicurigai sedang mengawasi.
***
Pukul 13.00 kereta api Argo Muria tiba di stasiun Semarang Tawang. Tersisa waktu 30 menit untuk menuju ke koordinat 6°57’22.2″S 110°25’53.1″E dan mengambil potongan kertas koran di sana. Rian langsung memanggil taksi untuk membawa mereka ke lokasi itu. Berbekal aplikasi di ponsel pintar Rian, sopir taksi pun terhindar dari kebingungan. Sementara itu raut wajah Cakra tampak bahagia menikmati pemandangan kota Semarang yang baru pertama kali ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Sekitar 15 menit perjalanan, mereka tiba di lokasi terdekat dengan koordinat tersebut. Berhubung lokasi persis koordinat berada di jalan kecil yang tidak bisa dilalui mobil, mereka pun berjalan kaki sambil terus memperhatikan pergerakan koordinat di ponsel pintar Rian. Setelah beberapa puluh meter berjalan kaki, akhirnya sampailah mereka di titik persis koordinat. Setelah melihat benda-benda di sekeliling, mata Cakra tertuju pada sebuah tempat sampah yang di tutupnya terlihat ada kertas menjulur. Cakra membuka tutup tempat sampah itu dan menarik kertasnya.
“Ketemu! Ini dia potongan kertas koran tahun 2014!” seru Cakra dengan senang.
Di potongan kertas koran yang tampak kusam itu tertulis judul “Di Sini Kereta Api Pertama Bermula”, dengan isi berita beberapa paragraf dan sebuah foto. Rian membaca satu demi satu kalimat dalam tiap paragraf, dan memperhatikan foto berwarna berukuran cukup besar yang ada di sana.
“Oke, ternyata analisisku benar. Sekarang aku tahu kita harus ke mana,” kata Rian percaya diri.
~ Bersambung
Cerita sebelumnya: Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 4
Cerita selanjutnya: Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 6
Pingback: [Fiksi Bersambung] Sepenggal Surat di Ujung Rel - Part 6 - Railway Enthusiast Digest