[Fiksi Bersambung] Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 6
Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 6
Beberapa langkah dari koordinat tempat ditemukannya potongan kertas koran, di sanalah lokasi yang diyakini Rian sebagai Samarang. Rian dan Cakra harus beberapa kali permisi dan bertanya pada warga setempat untuk menemukan lokasi itu. Cukup membingungkan, sebab lokasi itu berada di tengah pemukiman padat penduduk.
“Ini stasiun Samarang, stasiun kereta api pertama di Indonesia. Kalo kamu baca potongan kertas koran ini, isi beritanya ngarahin ke tempat ini. Terus coba kamu perhatiin gambarnya, orangnya nunjuk ke besi penyangga atap. Itu salah satu tanda keaslian bangunan stasiun Samarang, dan bisa jadi petunjuk selanjutnya buat kita ada di besi penyangga itu,” kata Rian.
“Ah! Ketemu! Liat tuh ada tempelan kertas di besi penyangga!” seru Cakra sambil menunjuk ke arah besi penyangga.
Dengan sedikit melompat, Cakra mengambil sobekan kertas kecil yang ditempel di sana. Rian menghampirinya dan mereka membaca isi kertas itu dengan perlahan.
Pergilah ke stasiun Tanggung dengan kereta api. Lihatlah simbol yang berdiri kokoh di sana, dan temui orang yang profesinya menggunakan simbol itu setelah kalian tiba di tujuan.
Rian memandangi Cakra dengan tatapan bingung.
“Kenapa lu ngeliatin gua kayak gitu?” tanya Cakra.
“Stasiun Tanggung.. Kita gak bisa kesana naik kereta. Gak ada kereta yang berhenti di sana. Aku bingung yo opo carane ke sana naik kereta api,” kata Rian.
“Yah, lu aja bingung apalagi gua yang kaga ngerti kereta..”
Karena sama-sama bingung, mereka memutuskan pergi ke stasiun Semarang Tawang. Setidaknya ada pencerahan yang mungkin bisa didapatkan di stasiun, mereka harap begitu. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, mereka mencoba untuk memecahkan maksud dari perintah yang tertulis di kertas itu.
“Menurut gua, ada petunjuk lain yang bisa ngebantu kita. Coba lu perhatiin kalimat berikutnya,” kata Cakra.
“Apaan, Be? Lihatlah simbol yang berdiri kokoh di sana?” tanya Rian memastikan.
“Iya, emang apa lagi? Coba lu baca baik-baik, itu udah jelas banget. Lihatlah simbol yang berdiri kokoh di sana, dan temui orang yang profesinya menggunakan simbol itu setelah kalian tiba di tujuan. Artinya kita cuma perlu lihat simbol yang berdiri di stasiun Tanggung, ga perlu turun dari kereta kalo emang keretanya ga berhenti. Karena tujuannya cuma supaya kita bisa nemuin orang yang profesinya make simbol itu di stasiun tujuan,” jelas Cakra.
Rian mengusap dagunya, “hmm.. Masuk akal sih. Tapi, stasiun tujuan yang dimaksud itu stasiun mana? Banyak kereta yang lewat stasiun Tanggung, tujuannya beda-beda.”
“Nah, itu gua kaga tau dah.. Mungkin terserah kita mau naik kereta apa dan turun di mana,” jawab Cakra.
“Hmm.. Oke kita coba. Kita naik kereta yang tercepat dan termurah,” sambung Rian.
Setibanya di stasiun Semarang Tawang, mereka mengecek ketersediaan tiket kereta api. Akhirnya mereka sepakat untuk naik kereta api Joglosemarkerto dan turun di stasiun Gundih. Saat hendak menuju ke loket untuk membeli tiket, tiba-tiba ponsel Rian berbunyi. Rian segera merogoh ponselnya dari saku celana, namun dering telepon itu tiba-tiba berhenti. Ternyata yang barusan itu adalah misscall dari nomor yang tidak diketahui. Di saat yang bersamaan, masuk pesan singkat dari Mr. Tracker.
Naiklah sampai Solo Balapan. -Mr. Tracker
Cakra dan Rian terkejut membaca pesan itu. Mr. Tracker seakan sudah tahu kalau mereka akan membeli tiket Joglosemarkerto sampai stasiun Gundih.
“Sial, dia pasti ada di dekat kita dan selalu mengawasi kita,” gumam Cakra.
~ Bersambung
Cerita sebelumnya: Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 5
Cerita selanjutnya: Sepenggal Surat di Ujung Rel – Part 7