[OPINI] Railfans Indonesia: Dulu Terasing dan Kini (Jangan Sampai) Terasing Lagi
Arus Informasi, Para Pencari Viral, dan Haus Atensi

Sekarang, railfanning bukan lagi hobi yang asing bagi kebanyakan orang di Indonesia. Sepengamatan penulis, mayoritas railfans di Indonesia saat ini adalah pelajar yang duduk di bangku SMP dan SMA. Dengan dominasi rentang usia tersebut dan arus informasi di media sosial yang begitu deras serta tidak terfilter, telah terjadi pergeseran cara pandang di sebagian kalangan railfans Indonesia. Hal yang paling mendasar adalah railfanning seakan dianggap sebagai sarana panjat sosial dan ajang coba-coba semata. Akibatnya, keselamatan dan etika kerap diabaikan hanya demi mengejar kepuasan dan pengakuan.
Dalam 2 tahun terakhir, cukup banyak kabar mengejutkan tentang dunia para hobiis kereta api ini. Yang kerap dianggap sepele namun paling sering terjadi adalah mengejar momen tanpa mempedulikan keselamatan diri sendiri, perjalanan kereta api, dan orang lain. Untuk mendapatkan foto lokomotif/kereta langka, mereka berkumpul di satu lokasi yang sama dan melanggar batas-batas aman yang ada. Tidak jarang sesama railfans pun bersaing mendapatkan posisi terdepan sehingga menghalangi yang lain untuk mengambil foto.
Peron yang penuh dengan para railfans yang bergerombol dan berbicara dengan suara keras, tentu mengganggu ketertiban di stasiun dan pelayanan penumpang. Belum lagi berlari-lari dari ujung peron ke ujung lainnya, berbahaya untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain. Padahal bisa saja memilih stasiun lain atau di tepian rel yang aman, jika memang satu stasiun sudah penuh dengan railfans lain.

Beberapa kasus lain bahkan mungkin kita anggap tidak mungkin terjadi di era sekarang. Mulai dari masuk area depo tanpa izin, membuka pintu sambungan di kereta paling belakang, masuk ke kereta pembangkit, bahkan yang sangat parah yaitu meretas sistem ticketing untuk keuntungan pribadi dan yang terbaru adalah bepergian naik kereta api jarak jauh tanpa membeli tiket. Meskipun semua ini hanya dilakukan oleh segelintir oknum railfans, tetapi karena pelanggaran yang dilakukan cukup berat dan kabarnya sudah menyebar kemana-mana, nama railfans secara keseluruhan pun tercoreng karenanya.
Bahkan masih segar dalam ingatan kita salah seorang pecinta kereta api yang meregang nyawa hanya karena mengejar momen dengan masuk ke jalur yang masih aktif dan padat dengan lalu lintas kereta api. Di sinilah pentingnya awareness akan keselamatan diri ketika hunting, jangan sampai mengorbankan keselamatan diri maupun orang lain hanya demi momen sesaat.
Railfans-railfans generasi terdahulu dan juga operator kereta api terkait sebetulnya sudah berkali-kali mengingatkan, menghimbau, dan memberi teguran. Sayangnya, kebanyakan hanya dianggap angin lalu. Selain itu, hubungan antara operator kereta api ke railfans juga lebih dominan dilakukan lewat komunitas. Sementara railfans generasi sekarang tampaknya tidak lagi familiar dengan komunitas.

Apa yang ada di pikiran mereka tentang komunitas adalah grup WhatsApp dan saluran WhatsApp. Oleh karenanya saat ini menjamur grup-grup WhatsApp railfans dan juga saluran railfans, tetapi isinya hanya sensus, info crew KA hits, info KLB, rate foto, jedag jedug, dan semacamnya. Hampir tidak ada sama sekali edukasi seperti dalam komunitas yang sesungguhnya.
Maka menurut Penulis tidak heran jika operator kereta api mulai membatasi gerak railfans di stasiun ataupun di dalam kereta. Di Jepang, railfans tampak kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum karena perilakunya yang membahayakan dan mengganggu ketertiban umum.
Bahkan salah satu operator kereta api di Jepang pernah membatalkan sebuah event karena adanya railfans yang tidak mau mengikuti aturan. Bukan tidak mungkin apa yang sudah terjadi di Jepang akan terjadi juga di Indonesia apabila etika berperilaku railfans di Indonesia tidak segera diperbaiki.
Halaman Selanjutnya: kesimpulan