[OPINI] 75 Tahun PT KAI, Kemajuan, Cobaan, dan Harapan Kita Semua
Performa Grup KAI di Tengah Pandemi
Seperti yang disebutkan di atas, pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang besar bagi semua sektor termasuk transportasi kereta api. Sebagai perusahaan transportasi, KAI melakukan sejumlah langkah untuk menjaga keberlangsungan usaha mereka.
Langkah yang dilakukan oleh KAI antara lain adalah dengan peningkatan angkutan barang untuk mencari sumber pendapatan lain. Terutama dikarenakan angkutan penumpang sedang mengalami pembatalan di saat awal pandemi, lalu kemudian dilakukan pembatasan mulai dari 50%, lalu kemudian 70% dari kapasitas.
Di sini juga akan dibahas pandangan Tim REDaksi mengenai insiden pembatalan massal yang terjadi ironisnya bertepatan dengan hari pelanggan nasional.
Angkutan barang:
Menghadapi penurunan jumlah penumpang akibat pandemi ini, KAI mencoba untuk lebih melirik sektor angkutan barang. Salah satunya adalah berinovasi dengan meluncurkan program pengangkutan Rail Express. Program Rail Express ini menerima angkutan bahan pangan dengan menggunakan kereta bagasi. Program Rail Express ini diluncurkan setelah keberhasilan program pengangkutan bahan pangan berupa telur dari Blitar ke Jakarta yang bekerjasama dengan Food Station Tjipinang Jaya.
Tim REDaksi berpendapat potensi pengangkutan barang logistik masih dapat ditingkatkan lagi dari apa yang diraih sekarang. Memperbanyak kerjasama dengan agensi kurir dapat banyak membantu meningkatkan jangkauan jasa angkutan logistik dari yang sudah ada. Begitu pula dengan kerjasama dengan agensi pasar yang menyuplai bahan pangan, KAI dapat menerapkan sistem jemput bola sehingga bahan pangan yang hendak dikirimkan ke daerah lain dengan KA dapat dijemput dari pasar langsung ke stasiun. Tidak perlu lagi diantarkan ke stasiun, sehingga mempermudah proses pengiriman.
Saat ini KAI baru saja meluncurkan kerjasama pengiriman paket Rail Express dengan taksi Blue Bird. Pengirim paket tinggal memilih tawaran pengiriman dari stasiun tujuan ke tujuan akhir. Meski demikian, saat ini belum ada layanan untuk mengantarkan paket Rail Express langsung dari titik awal ke stasiun awal pengiriman. Namun dengan KAI menyadari pentingnya kerjasama dengan kurir, Tim REDaksi berharap kerjasama ini jangkauannya akan bertambah kedepannya dan tentu saja memungkinkan integrasi layanan pengiriman juga.
Sedangkan untuk tarif, Tim REDaksi berpendapat tarif per kilogram yang diberlakukan KAI saat ini cukup murah. Contohnya Jakarta-Surabaya sebesar Rp 1500/Kg, Jakarta-Bandung sebesar Rp 600/Kg. Menghadapi PSBB ketat kembali di Jabodetabek dan potensi penurunan lebih jauh angkutan penumpang, Tim REDaksi berharap KAI bisa meningkatkan penggarapan potensi di angkutan logistik.
Angkutan penumpang:
Sementara itu dari segi angkutan penumpang, PT KAI tampak mematuhi persyaratan-persyaratan yang diatur baik oleh Gugus Tugas COVID-19 dan juga Kementerian Perhubungan. Seperti misal pembatasan kapasitas angkut 50% dan 70%, lalu pewajiban rapid test.
Persyaratan rapid test sempat menjadi polemik pada saat baru pertama kali diwajibkan. Biaya rapid test yang belum diatur dan tidak ada fasilitas di stasiun pada awal implementasi kebijakan menimbulkan banyak protes. Namun sejak 27 Juli kemarin, PT KAI menyediakan layanan rapid test dengan biaya 85.000 Rupiah di berbagai stasiun besar. Dalam konteks pemenuhan peraturan, Tim REDaksi berpendapat penyediaan rapid test untuk penumpang dengan harga terjangkau cukup membantu.
Meski demikian, Tim REDaksi juga berpendapat bahwa persyaratan rapid test untuk bepergian dengan kereta api sebaiknya dikaji kembali agar bisa lebih efektif memastikan keamanan penumpang tetapi tidak sampai dianggap merepotkan.
Satu lagi langkah yang Tim REDaksi nilai inovatif adalah dengan integrasi layanan penjemputan penumpang dengan taksi Blue Bird dengan aplikasi KAI Access. Integrasi ini dapat mempermudah pilihan transportasi penumpang untuk berlanjut ke tujuan akhir dari stasiun tujuan. Tim REDaksi berharap inovasi ini juga dilakukan sehingga dapat digunakan untuk mengantarkan penumpang ke stasiun pemberangkatan kereta api, seperti apa yang KAI targetkan.
Tim REDaksi juga menilai pada saat awal pandemi, proses pembatalan dan pemerjalanan kembali kereta api berlangsung cukup terorganisir. Informasi pembatalan dan pengembalian biaya/pengalihan perjalanan saat itu dengan efektif disampaikan ke media massa. Begitu pula dengan pengoperasian kembali kereta api jarak jauh saat awal masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Dengan kembalinya PSBB ketat di Jabodetabek dilaksanakan, diprediksi akan ada kembali penurunan penumpang kereta api. Namun seberapa besar efeknya setelah ini, sepertinya harus kita lihat perkembangan ke depannya.
Insiden pembatalan massal:
Tetapi sayang, penilaian positif ini seketika berubah ketika terjadi pembatalan massal pada awal September lalu. Tidak seperti pada umumnya KAI yang memberikan cukup waktu bagi penumpang kereta api untuk tahu bahwa perjalanannya akan dibatalkan, pada kejadian kali ini KAI mengirim SMS blast pada calon pengguna saat dini hari jelang jadwal keberangkatan mereka (!) Belum lagi jumlah perjalanan yang dibatalkan ini sangat banyak.
Hal ini menurut Tim REDaksi mengganggu kredibilitas KAI sebagai operator transportasi. Tidak semestinya pembatalan perjalanan diberitahukan secara mendadak oleh operator transportasi. Apalagi dalam masa Adaptasi Kebiasaan Baru ini penumpang kereta api telah kembali bertambah seiring dengan relaksasi pembatasan kapasitas angkut. Belum lagi KAI pada 31 Agustus justru mengumumkan ada semakin banyak KA jarak jauh yang beroperasi.
Tim REDaksi berpendapat seyogyanya KAI dapat memberi informasi yang lebih transparan mengapa pembatalan ini bisa dilakukan secara massal dan mendadak. Pemberian jawaban yang normatif tidak jarang menimbulkan pertanyaan yang lebih besar.
Akhirnya pada 7 September KAI mengeluarkan informasi jumlah kereta api yang dibatalkan karena okupansi. Seharusnya KAI memberikan informasi transparan seperti ini sebelumnya sehingga tidak mengagetkan penumpang dan membuat pertanyaan “ada apa?”.
Perkembangan lintas Kulon (Tanah Abang-Rangkasbitung):
Pandemi COVID 19 telah menyebabkan gangguan terhadap proses peningkatan infrastruktur. Berapa proyek PT KAI (serta anak-anak perusahaannya) mengalami penundaan. Sebagai salah satu contoh adalah perpanjangan peron dan jalur stabling di lintas Tanah Abang-Rangkasbitung di beberapa stasiun mengalami penundaan. Proyek perpanjangan peron dan pembangunan jalur stabling ini dilakukan untuk mengakomodir KRL stamformasi 12 kereta dan menambah rangkaian yang beroperasi di jalur ini demi membantu meningkatkan kapasitas angkut.
Tim REDaksi memandang peningkatan kapasitas angkut ini penting karena melihat potensi peningkatan pengguna masa depan di lintas ini yang cukup pesat. Banyak pengembangan properti yang telah dilakukan di sekitar lintas ini. Sebut saja Perumahan Modernland Cilejit, perumahan Perumnas Parayasa di Cicayur, dan perumahan Kota Podomoro Tenjo di Tigaraksa. Dengan bertambahnya perumahan, maka ada potensi peningkatan yang besar dari jumlah pengguna KRL di lintas ini.
Menurut Tim REDaksi KRL stamformasi 12 kereta akan diperlukan karena potensi KRL stamformasi 10 kereta nantinya tidak akan dapat menampung peningkatan jumlah pengguna KRL ini. Pemanjangan peron akan mendukung pengoperasian KRL rangkaian 12 kereta dengan aman karena semua kereta mendapat peron. Sedang penambahan panjang jalur stabling akan dapat mendukung rangkaian 12 kereta untuk disimpan di jalur stabling di jalur ini.
Selain itu, peningkatan persinyalan di jalur ini juga perlu ditingkatkan menjadi blok terbuka. Hal ini untuk mendukung operasional rangkaian yang nantinya akan semakin banyak di jalur ini.
Sebelumnya: Gaya Baru Kehumasan dan Direksi KAI
Selanjutnya: Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek: Masa depan integrasi dan angkutan?