[OPINI] 75 Tahun PT KAI, Kemajuan, Cobaan, dan Harapan Kita Semua
Perkembangan Sistem Keamanan di Dunia KAI
Pada tanggal 9-10 September 2020, PT KAI mengadakan ujicoba peningkatan kecepatan kereta api di Jalur Bandung- Cikampek- Jakarta (Gambir) dan Bandung-Cikampek-Semarang Tawang. Kecepatan tertinggi yang dicapai pada ujicoba ini adalah sekitar 120 km/jam. Ujicoba ini dilaksanakan guna mengetahui kecepatan maksimum yang dapat dicapai oleh kereta tanpa memengaruhi kenyamanan dan keselamatan perjalanan.
Dengan adanya keinginan untuk meningkatkan kecepatan kereta api, Sistem Keselamatan Kereta Otomatis (SKKO) atau Automatic Train Protection (ATP) sangat dibutuhkan untuk menjaga keselamatan perjalanan kereta api. ATP dibutuhkan sebagai pengaman perjalanan kereta api yang berfungsi untuk mengatur atau memberitahukan berapa batas kecepatan yang diperbolehkan, sistem pengaman jika masinis melanggar sinyal bahkan dapat memberitahukan berapan jarak sinyal atau stasiun berikutnya.
Penggunaan ATP sendiri telah lama direkomendasikan untuk diterapkan di Indonesia. Saran penggunaan ATP telah dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) pada proyek pembangunan jalur kereta layang Manggarai- Gambir- Jakarta Kota. ATP mulai dilirik oleh PT KAI dan Kementerian Perhubungan pada tahun 2012 sebagai upaya untuk mengurangi kecelakaan kereta api yang saat itu sangat tinggi. Sistem ATP jenis indusi dipilih untuk diadopsi di jalur utama kereta api Indonesia. Pada tanggal 9 September 2012, PT KAI dan Kementerian Perhubungan melakukan pengujian sistem ATP di Jalur Tarik- Sidoarjo.
Pilot project pemasangan ATP dimulai diantara Jalur Jogja-Solo pada tanggal 22 Januari 2013 dan 21 Februari 2013. 18 stasiun kereta api melakukan pemasangan on-track balise dan 17 on-board balise dipasang pada beberapa kereta, diantaranya untuk KA Prambanan Ekspress dipasang tiga on-board balise, KA Madiun Jaya dipasang dua on-board balise dan KA Inspeksi dipasang dua on board balise. Dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan pilot project ini mencapai Rp 20 Miliar Rupiah. Lintas ini dipilih sebab memiliki dua jenis persinyalan yakni sinyal elektrik dan sinyal mekanik pada saat pengerjaan, sehingga mampu memberikan data yang akurat untuk segera ditindaklanjuti jika terjadi beberapa kesalahan.
Pada tahun yang sama, PT KAI juga melakukan ujicoba pemasangan sistem pendeteksi kereta jenis microbalise yang dipasang pada lokomotif CC 201 92 03. Sistem ini menggunakan infrared sebagai alat utama deteksi kereta. Oleh PT Len, sistem ini disebut GARANSI. Selain itu, GARANSI juga diujicobakan di KRL pada petak Bojonggede- Cilebut. Ujicoba ini dibiayai oleh Ministry of Land, Infrastructure, and Transportation Korea Selatan.
Pada tahun 2015, Kementerian Perhubungan memulai pemasangan ATP jenis Indusi. Pemasangan ini dilakukan setelah Direktorat Jenderal Perkeretaapian Indonesia (DJKA) mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor. HK.207/SK.59/DJKA/3/15 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat Sistem Keselamatan Kereta Otomatis Jenis Indusi. Pemasangan dilakukan secara bertahap di Jawa dan Sumatera dengan anggaran yang direncanakan sebesar Rp 1 Triliun. Pemasangan fase pertama dilakukan mulai dari jalur Cirebon- Brebes, Tegal- Bojonegoro, hingga Bojonegoro- Surabaya Pasar Turi. Pemasangan fase pertama menghabiskan dana lebih dari Rp 80 Miliar. Namun, on-board balise pada lokomotif, KRD, maupun kereta berpenggerak lainnya belum dilakukan pemasangan.
Di tahun-tahun selanjutnya, pemasangan balise tak terdengar, bahkan balise yang terpasang hanya teronggok begitu saja di lintas kereta api, tak digunakan, dan mulai berkarat di beberapa sisinya. Pada saat dilakukan interview secara non-formal pada beberapa event, PT KAI selaku operator beralasan pemasangan on-board balise belum bisa dilaksanakan sebab PT KAI belum menentukan letak pemasangan sistem on-board balise. Jika dilakukan pemasangan rak di dalam kabin, rak dapat mempersempit ukuran ruangan kabin dan menyulitkan mobilitas kru kabin. Selain itu, pada bagian bawah lokomotif maupun KRD perlu dilakukan penyesuaian agar on-board balise berupa magnet dapat dipasang. Pada saat yang sama, DJKA selaku regulator telah bersurat ke PT KAI untuk menekan pemasangan on-board balise agar sistem ATP dapat diaktifkan. KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) selaku badan yang melaksanakan tugas dan fungsi investigasi kecelakaan transportasi telah berulang kali merekomendasikan pemasangan sistem ATP pada Status Rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga terebut dari tahun 2007-2017.
Tidak adanya upaya untuk saling melengkapi dan tegas yang dilakukan secara bersama membuat proyek pemasangan ATP ini menjadi sia-sia. Pada saat awal ujicoba sistem ATP jenis Indusi tahun 2012, PT KAI telah berkomitmen untuk memasang ATP jenis indusi dan DJKA telah menargetkan pemasangan ATP selesai di tahun 2018. Hingga saat ini, proyek tersebut masih mandeg dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Jika peningkatan kecepatan yang akan direncanakan oleh PT KAI tidak dibarengi dengan pemasangan ATP menurut TIm REDaksi akan menjadi lebih riskan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Sementara itu untuk lintas KRL, PT KCI dan Kementerian Perhubungan telah merencanakan pengembangan atau pemasangan sistem ATPÂ yang dimasukkan ke dalam program Jabodetabek Railway Capacity Enhancement Project Phase 1. Pemasangan ini dilakukan seiring dengan meningkatnya perjalanan KRL di kawasan Jabodetabek. Pemasangan ini seiring dengan studi yang dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) yakni Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek/ SITRAMP) Tahap 2 dan Proyek Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan JABODETABEK (JABODETABEK Urban Transportation Policy Integration Project/JUTPI).
Sebelumnya:Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek: Masa depan integrasi dan angkutan?
Selanjutnya: Kemajuan Sarana dan Operasional