[OPINI] Drama LRT Jabodebek: (Gak) Semua Salah INKA!
Adhi Karya dan KAI
Telunjuk kita selanjutnya akan menunjuk pada kontraktor proyek ini, betul, Adhi Karya. Peran Adhi Karya dalam masalah di sini adalah tidak adanya koordinasi dengan KAI selaku operator dan INKA selaku manufaktur kereta ketika melakukan pembangunan jalur. Jangan karena asumsi LRT Palembang lengkungnya kecil lalu disamakan dengan LRT Jabodebek.
Memang benar lahan yang digunakan itu sempit tapi bukan berarti standar konstruksi jalur rel tidak dikoordinasikan. Bahkan sampai ada yang mengatakan kalau perlebaran lengkungnya itu lebarnya kurang yang akhirnya menyebabkan roda kereta cepat aus. Selain itu dengan tidak adanya koordinasi dengan manufaktur kereta membuat kereta yang dibuat tidak sesuai spek yang seharusnya.
KAI sebagai operator juga tidak akan lepas dari masalah ini. Masalah roda aus itu sudah cukup fatal. Di situ menimbulkan pertanyaan di benak Saya, bagaimana bisa perkara fatal begitu bisa luput dari monitoring? Ada apa dengan manajemen sarananya? Apakah KAI terlalu sibuk mengurus GoA3 sampai lupa dengan kondisi sarananya sendiri?
Ini tidak ubahnya seperti kejadian di KAI Commuter di mana beberapa rangkaian memendek ataupun tidak beroperasi karena masalah roda. Apa KAI tidak belajar dari kejadian itu? Padahal itu kejadian yang lebih dari cukup untuk mengantisipasi masalah serupa terjadi di masa yang akan datang. Lantas apakah masalah roda aus jadi kesalahan KAI dan bukan INKA? Menurut Saya, ketika kereta sudah beroperasi masalah monitoring sarana harus dicari tahu sudah menjadi tanggung jawab operator atau masih manufaktur.
Dari semua penjabaran di atas dapat disimpulkan jika memang masalah LRT Jabodebek tidak serta merta hanya kesalahan INKA. Lantas apakah INKA bersih dari dosa? Tentu saja tidak. Meski posisi mereka sulit untuk berkata “kami tidak sanggup” dan mengutarakan argumen bilamana mereka tau kalau spek yang diminta tidak sesuai dengan kondisi lapangan, kontrol kualitas tentu harus dipastikan. Selain itu, jika ternyata kereta ini saat beroperasi masih belum sepenuhnya dilepas INKA, maka apakah tidak ada monitoring oleh pihak INKA?
Siemens sebagai pembuat sistem pun juga tak luput dari dosa. Gangguan sinyal yang kadang menghambat LRT Jabodebek pun menjadi masalah di sistem. Hal ini memunculkan pertanyaan bagaimana research and development yang dilakukan pada sistem yang sudah dibuat? Apakah keandalannya sudah bisa dipastikan?
Halaman Selanjutnya:Â Penutup
Halaman Sebelumnya:Â Pemerintah Pusat dan INKA
Intinya, lagi-lagi pengalaman adalah sebuah harga yang mahal.
Teringat waktu saya dulu bekerja di industri dan diminta manager asal Singapura untuk membuat alat produksi. Saya bilang, divisi kita belum berpengalaman.
Jawabannya adalah, kalau kamu belum berpengalaman, jadi kapan kalau kali ini kalian menolak?
Penting adalah skill dan bekal pengetahuan. Dan satu lagi pengalaman.
Sebenarnya masalah sudah jelas untuk kasus roda aus, mengingat Permen 60 tahun 2012 juga sudah dijelaskan spesifikasi jalan rel untuk tikungan yang memang harus dilebarkan. Karena roda aus ga terjadi dalam waktu semalam, dan dibuktikan dengan PT LRT Jabodebek yang sudah memesan roda jauh-jauh hari sebelum resmi beroperasi.
Pertanyaannya adalah PT Adhi Karya selaku kontraktor bagian kontruksi dan DJKA apakah tidak melakukan Quality Control dan Quality Assurance? Kenapa bisa diresmikan kalau masih ada masalah yang harus diatasi? Apakah harus dikejar dan diresmikan agar bisa menyesuaikan jadwal operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung walaupun sebenarnya kondisinya belum siap?
Cost over run, Ego politik, Jadwal sempit dan tidak profesionalnya institusi terkait yang harus dikejar operasional tanpa memperdulikan bahwa adanya kendala teknis yang belum teratasi, ini yang menyebabkan itu semua terjadi. Saya paham kalaupun di dunia teknik ini masalah kompromi baik dari budget, waktu ataupun spesifikasi, tetapi dari ketiga parameter itu semuanya tidak terlaksana sesuai targetnya.
Kalau kesalahan hanya di PT INKA seharusnya ada institusi lain yang bisa memberikan periksa, check and balance berlaku. Jadi memang secara sistem semua institusi ini gagal bekerjasama dengan baik. Dengan catatan bahwa akan ada kemungkinan institusi yang sudah bekerja secara prudent dan accountable tapi rusak reputasinya karena satu pihak gagal menyelesaikan tanggung jawabnya. Inilah pihak yang legit untuk mendapatkan evaluasi.