[OPINI] 98 Tahun Kereta Listrik Indonesia: Meninjau Kembali Opsi Pengadaan KRL Commuter Line Jabodetabek
REDigest.web.id – Gonjang-ganjing pengadaan armada KRL Commuter Line Jabodetabek sudah bergaung selama berbulan-bulan lamanya. Mulai dari terkuaknya isu 29 rangkaian pensiun oleh pengamat Agus Pambagio pada Januari, penolakan impor KRL oleh Menteri Perindustrian dan pernyataan kontroversial darinya, hingga pemaparan potensi krisis KRL jika tidak ada replacement.
Perdebatan ini pun terus berlanjut hingga sampai ke titik tuduhan oleh politikus, hingga Rapat Dengar Pendapat di DPR. Polemik ini juga menyoroti perbedaan sikap di mana Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan mendukung proses impor. Sedangkan Kementerian Perindustrian juga dengan keras menolak.
Perdebatan ini pun berakhir dengan hasil audit BPKP yang menyatakan impor KRL bekas untuk armada Commuter Line Jabodetabek ini tidak direkomendasikan. Hasil audit BPKP menyoroti potensi retrofit pada KRL Commuter Line, dan sejumlah biaya lainnya. Ironisnya, hasil audit ini terpublikasi pada 6 April, hari peringatan kereta listrik di Indonesia.
Hingga kini pun, masih belum ada progres yang jelas dari rencana impor KRL tersebut. Kementerian BUMN saat ini masih hitung-hitungan mengenai rencana tersebut. Meski demikian, hingga kini pihaknya masih mengklaim membuka impor darurat setidaknya untuk tahun ini.
Tim REDaksi selaku pecinta kereta, khususnya KRL Commuter Line pun merasa ada beberapa faktor yang perlu dikritisi dalam kebijakan-kebijakan ini. Berikut empat topik yang Tim REDaksi jadikan sorotan untuk opini ini.
Daftar Isi:
- Menghitung Penumpang Jabodetabek: Prediksi dan Realita
- Retrofit? Sebenarnya bisa, tapi…
- Peningkatan Kapasitas: Lebih Realistis dengan Impor Bekas
- Target 2026: Belum Termasuk Kemungkinan Teething Problem
Selanjutnya: Menghitung Penumpang Jabodetabek: Prediksi dan Realita