Mengenal KRL Seri 205 Rangkaian SLO9: Hikayat Sang Petualang
REDigest.web.id –Â Setelah lama Tim REDaksi tidak menyajikan pembaca dengan kisah rangkaian KRL, kali ini Tim REDaksi kembali hadir dengan kisah rangkaian KRL yang sangat istimewa. Rangkaian yang kali ini akan diceritakan adalah rangkaian KRL seri 205 SLO9.
Bukan tanpa sebab KRL satu ini menjadi bahan cerita dalam kesempatan ini. Pengoperasiannya di Daerah Operasi 6 Yogyakarta sangat mendadak, dan pengirimannya pun diwarnai peristiwa dramatis berupa tersangkut di Kalioso dan Kadipiro. Tentu saja dengan segala perjuangan sebelum beroperasi mengangkut penumpang, KRL ini menjadi sangat istimewa di antara sejumah KRL di KAI Commuter.
Tim REDaksi pun menganggap sebutan “Sang Petualang” pun cocok karena merasakan hidup di berbagai daerah yang berbeda, dengan kisahnya masing-masing. Bagaimana perjalanannya? Baca terus tulisan ini.
Latar Belakang di Jepang
Jalur Yamanote
KRL seri 205 rangkaian SLO9, seperti KRL seri 205 lainnya memiliki kisah yang berawal di Jepang. KRL dengan nomor 205-9F ini lahir pada Agustus 1985 sebagai rangkaian dengan formasi 10 kereta untuk berdinas di jalur Yamanote dengan kode YaTe 9. Formasi rangkaiannya adalah sebagai berikut.
Setelah pecahnya Japanese National Railway (JNR) menjadi Grup JR termasuk JR East pada 1 April 1987, jalur Yamanote menjadi di bawah pengelolaan JR East. Pada Desember 1991, formasi rangkaian ini berubah dengan penambahan satu unit kereta pengikut 6 pintu bertipe SaHa 204-9, sehingga formasinya pun kembali berubah sebagai berikut.
Seiring dengan berubahnya organisasi Depo Yamanote menjadi Tokyo Rolling Stock Center pada 1 Juni 2004, kode rangkaian ini pun berubah menjadi ToU 9. Formasi ini pun bertahan hingga rangkaian ini harus menyingkir dari jalur Yamanote pada Agustus 2004, seiring dengan tibanya KRL seri E231-500.
Jalur Musashino
Rangkaian ini pun berpindah ke Depo Narashino untuk berdinas di jalur Musashino. Dengan berpindahnya rangkaian ini, maka kode rangkaian ini pun berubah lagi menjadi KeYo M23. Saat berpindah, Rangkaian ini juga mengalami modifikasi dan pengacakan stamformasi besar-besaran.
Sejumlah KRL seri 205 yang akan berdinas di jalur Musashino memang mengalami peningkatan komponen traksi dari rheostatik menjadi VVVF-IGBT akibat kurangnya formasi kereta motor rheostatik untuk membentuk formasi 6M2T. Hal ini bertujuan agar rangkaian ini dapat beroperasi dengan formasi 4M4T di medan jalur Musashino yang berat. Kereta motor hasil peningkatan ini berubah kode menjadi subseri 5000 (205-5000).
Seperti umumnya kereta motor hasil konversi untuk jalur Musashino, kereta motor milik rangkaian KeYo M23 ini justru berasal dari rangkaian lain. Yakni rangkaian ToU 12 dan ToU 13 (menjadi KeYo M26 dan M29). Sedangkan kereta pengikutnya diganti menjadi kereta pengikut 4 pintu dengan nomor SaHa 205-230 dan 205-231. Kedua kereta ini berasal dari rangkaian HaE 25 (205-144F) yang kebetulan kelak pergi terlebih dahulu ke Indonesia pada tahun 2013.
Namun, di tengah perjalanan kariernya di Jepang, rangkaian ini lagi-lagi mengalami perubahan stamformasi. Karena alasan tertentu, formasi rangkaian ini berubah karena pertukaran kereta motor dengan rangkaian KeYo M26. Oleh karenanya, formasinya berubah menjadi sebagai berikut.
Formasi ini kemudian bertahan hingga rangkaian ini mengakhiri masa baktinya di jalur Musashino.
Berlayar ke Indonesia
Tiba dan Uji Coba Perdana
Tidak disangka, pada tahun 2018 JR East mengeluarkan pernyataan pers bahwa PT KCI (KAI Commuter, kala itu belum beroperasi dengan nama demikian) akan mengimpor seluruh dari rangkaian KRL seri 205 jalur Musashino. Sebanyak 336 unit kereta atau 42 rangkaian dengan formasi 8 kereta dikirimkan ke Jakarta untuk memperkuat armada KRL Commuter Line Jabodetabek, termasuk di antaranya eks KeYo M23.
Rangkaian KRL eks KeYo M23 ini purnatugas dari jalur Musashino pada Juli 2020 dan kemudian dikirim ke Indonesia. Rangkaian ini pun tiba di Indonesia pada 19 September 2020. Selain rangkaian eks KeYo M23, rangkaian ini bertolak ke Indonesia berbarengan dengan eks KeYo M22 (kelak SLO32) dan KeYo M6 (kelak DP47).
Setelah tiba di Indonesia dan mengalami adaptasi lingkungan, rangkaian KRL ini pun menjalani uji coba dalam formasi aslinya sebagai rangkaian 8 kereta. Akan tetapi, perjalanan berikutnya dari rangkaian ini justru menjadi kabar mengejutkan.
Uji Coba dengan Stamformasi Kejutan
Di saat yang sama, tersiar kabar bahwa akibat kurangnya armada KRL KfW yang siap untuk memenuhi target operasional KRL Daop 6 Yogyakarta, akan ada rangkaian KRL seri 205 yang dikirim ke Yogyakarta. Akhirnya dua rangkaian yang saat itu masih dalam masa uji coba, yakni eks KeYo M23 dan eks KeYo M22 pun dipilih.
Pada 25 Oktober 2020, akhirnya kedua rangkaian ini pun melaksanakan uji coba dengan stamformasi yang tidak umum. Uji coba ini berlangsung dengan stamformasi hanya 4 kereta saja, sebuah pemandangan yang sangat langka di Jabodetabek, apalagi di Lin Sentral yang notabene lintas raya Jakarta-Bogor.
Rangkaian SLO9 pun tidak sendiri, karena di hari yang sama rangkaian SLO32 juga menjalani uji coba dengan stamformasi 4 kereta. Empat kereta milik rangkaian SLO9 ini pun berpindah ke rangkaian BUD31. Stamformasi rangkaian ini pun berubah menjadi sebagai berikut
Berganti Kulit
Tidak hanya itu, rangkaian SLO9 pun saat menanti pengiriman kemudian berganti kulit. Livery merah-kuning era PT KCJ dan KCI dari 2008-2020 berubah menjadi livery abu-abu-merah standar KAI Commuter. Rangkaian SLO9 dan SLO32 pun menjadi dua rangkaian pertama yang mengenakan livery satu ini.
Terdapat perbedaan antara warna merah yang digunakan kedua rangkaian yang kini menjadi asuhan Solo dan rangkaian KRL seri 205 di Jabodetabek pada umumnya. Warna merah pada SLO9 dan SLO32 cenderung mendekati oranye, sedang warna merah pada KRL seri 205 di Jabodetabek pada umumnya lebih mendekati warna merah yang sebenarnya.
Berkelana Menuju Daop 6 Yogyakarta
Tersangkut di Kalioso, Drama “G30O KCI” Pun Terjadi
Setelah menempuh segala macam persiapan, KRL seri 205 rangkaian SLO9 ini pun siap untuk dikirim ke Daop 6 Yogyakarta. Pengiriman ini dilakukan pada dini hari tanggal 30 Oktober dari Depo Depok dengan rute Depok-Jakarta-Cirebon-Semarang-Gundih-Solo. Dalam pengiriman kali ini, tidak tampak ada persiapan khusus pada rangkaian, dengan cowcatcher dan unit AC dan pantograf masih lengkap terpasang.
Mendengar kabar ini, para pecinta kereta api di sepanjang lintas Pantura pun tidak menyia-nyiakan momen langka ini. Mereka pun banyak yang mengabadikan foto dan video saat rangkaian KRL ini berjalan melewati tempat mereka. Tentu saja, kapan lagi mengabadikan KRL yang dikirim bukan untuk ditumpuk di suatu tempat seperti Cikaum atau Pasir Bungur?
Celakanya, pengiriman ini ternyata sangat jauh dari kata mulus. Saat memasuki wilayah Daop 6 Yogyakarta, tepatnya di dekat Stasiun Kalioso, bencana pun terjadi. Atap rangkaian KRL ini menghantam rangka jembatan rendah yang dilintasi. Akibatnya unit AC dan pantograf pun mengalami kerusakan berat.
Tidak sampai di situ, di Stasiun Kadipiro justru rangkaian ini tersandung masalah, kali ini secara harafiah. Rangkaian yang sudah babak belur ini kembali gasruk di peron Stasiun Kadipiro, kali ini bagian kolong KRL ini yang menjadi korban. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Bahkan kemudian diketahui komponen lain juga sudah tersangkut di lintas sebelum terjadi insiden Kalioso. Salah satunya sepatu kontak pantograf (current collector)Â telah tersangkut duluan di sekitar Haurgeulis. Dalam video pengiriman KRL di atas, tampak pada menit 10:43 komponen tersebut telah dilepas dari pantograf.
Akibatnya, pengiriman KRL yang semestinya berlanjut hingga Srowot hanya berjalan hingga Stasiun Solo Balapan. Setibanya di Solo Balapan, rangkaian yang sudah babak belur di berbagai tempat ini langsung dibawa masuk ke depo kereta Solo Balapan.
Kejadian gasruknya KRL ini sontak menimbulkan reaksi dari dalam dan luar negeri. Banyak yang menganggap hari tersebut adalah hari terburuk KAI Commuter, terlebih di hari yang sama terdapat kejadian anjlokan KRL seri 6000 di Kampung Bandan.
Para pecinta kereta dalam negeri sampai melangkah sejauh itu untuk menciptakan meme G30O/KCI di media sosial. Sedangkan pecinta kereta luar negeri, khususnya dari Jepang mempertanyakan mengapa hal tersebut terjadi. KAI Commuter sendiri juga sampai harus mengeluarkan keterangan ke media terkait kejadian tersangkutnya KRL di Kalioso, dan mengatakan akan melakukan evaluasi atas pengiriman KRL.
Akibat insiden ini, pengiriman KRL SLO32 sempat tertunda beberapa lama, dan persiapan khusus pun dilakukan untuk mengamankan pengiriman KRL kali ini. AC dan cowcatcher kali ini dilepas, dan saat mendekati jembatan rendah rangkaian KRL harus berhenti dan berjalan pelan-pelan untuk memastikan jangan sampai insiden SLO9 ini terulang kembali.
Berjalan dengan Tenaga Sendiri di Yogyakarta
KAI Commuter pun tidak tinggal diam melihat dampak dari peristiwa tersangkutnya KRL ini di jembatan Kalioso. Dalam hitungan hari, pihaknya pun dengan segera memperbaiki komponen-komponen yang mengalami kerusakan akibat menghajar jembatan Kalioso.
AC dan pantograf pengganti didatangkan dari Jakarta dan langsung dipasang untuk mengganti komponen yang rusak. Penggantian ini sendiri cukup cepat karena pada 2 November, seluruh proses perbaikan pada rangkaian ini telah usai. Meski demikian, KRL ini tidak ikut serta untuk uji coba perdana KRL di lintas Daop 6 Yogyakarta.
Pada 4 November, bertepatan dengan uji coba KRL di lintas Daop 6 Yogyakarta untuk pertama kalinya juga dilakukan uji simulasi ruang bebas KRL seri 205. Tampak sebuah rangkaian KRDE eks KRL BN-Holec yang dipasang sejumlah perangkat untuk mensimulasikan ukuran KRL seri 205. Uji coba ini untuk memastikan apakah ada bagian kolong ataupun atap prasarana setempat yang dapat terbentur komponen KRL seri 205.
Hasilnya, diketahui ruang bebas di Daop 6 tidak sepenuhnya aman untuk KRL seri 205, sehingga KAI Commuter harus melakukan beberapa penyesuaian. Cow catcher KRL ini disesuaikan bentuknya, dengan penyesuaian bentuk ini juga kelak diikuti KRL seri 205 di Jabodetabek. Selain itu, sejumlah komponen di kolong kereta juga mengalami beberapa penyesuaian terhadap ruang bebas di Daop 6.
Akhirnya momen yang ditunggu pun tiba, pada 10 November 2020 rangkaian ini bisa merasakan berlari dengan tenaga sendiri di Daop 6 Yogyakarta. Sebelum uji coba, rangkaian ini dikirim dari depo kereta Solo Balapan menuju Stasiun Srowot dengan menggunakan lokomotif. Proses uji coba ini pun berlangsung dengan rute Stasiun Srowot-Stasiun Yogyakarta Tugu (PP).
Keesokan harinya, pada 11 November 2020 rangkaian ini kembali menjalani uji coba dengan rute Stasiun Srowot-Stasiun Yogyakarta Tugu-Stasiun Gawok-Stasiun Srowot. Kala itu Stasiun Solo Balapan belum selesai menjalani elektrifikasi, sehingga uji coba belum dapat sampai sana. KRL seri 205 pun pertama kali melakukan uji coba hingga Solo Balapan pada 13 Januari 2021.
Uji Coba Terbuka dan Menjadi Rangkaian 8 Kereta
Uji coba operasional KRL Daop 6 Yogyakarta pun terus berlangsung dengan baik meskipun terdapat keterlambatan. Target operasional yang semula berlangsung November pun mundur ke Februari 2021. Seperti KRL KfW, rangkaian KRL seri 205, baik SLO9 dan SLO32 menjalani uji coba secara rutin dalam rangka mempersiapkan operasi KRL Daop 6 Yogyakarta.
Pada awal Februari yakni 1 hingga 9 Februari 2021, KRL seri 205 juga ikut serta dalam uji coba terbuka untuk masyarakat umum sebelum operasi komersial dimulai. 10 Februari tiba, KRL Yogyakarta-Solo pun akhirnya beroperasi. Dikarenakan masih sedikitnya rangkaian KRL KfW saat KRL Yogyakarta-Solo mulai beroperasi, KRL seri 205 pun ikut menjadi bagian armada utama KRL Yogyakarta-Solo.
Tak butuh waktu lama, minat pengguna ternyata melebihi ekspektasi. Kepadatan antrean di stasiun akibat pembatasan kapasitas ditambah rangkaian KRL yang saat itu hanya 4 kereta membuat KAI Commuter harus memutar otak. Pada 15 Februari, akhirnya rangkaian SLO9 dan SLO32 pun dirangkai menjadi satu rangkaian stamformasi 8 kereta.
KRL seri 205 ini pun saat ini hampir selalu beroperasi dengan stamformasi 8 kereta. Hanya sesekali KRL seri 205 di Daop 6 Yogyakarta ini kembali menjadi rangkaian tunggal dengan stamformasi 4 kereta.
Masa Depan
Dari tersandung masalah, hingga menjadi bagian tak terpisahkan KRL Daop 6 Yogyakarta. Kata-kata yang sudah diucapkan di pembuka artikel ini mungkin memang tepat untuk rangkaian yang satu ini. Masa depannya pun tampaknya masih cerah bersama SLO32 yang kini menjadi rekan gandengannya di sebagian besar kesempatan.
Berdasarkan pendapat salah satu rekan Tim REDaksi dari Daop 6 Yogyakarta yang Tim REDaksi wawancarai, ia menilai KRL seri 205 lebih disukai oleh pecinta KRL setempat karena keandalannya. Menurutnya KRL seri 205 di Daop 6 Yogyakarta sangat jarang gangguan dibandingkan KRL KfW yang beroperasi bersama. Sedangkan jumlah KRL seri 205 yang lebih sedikit di Daop 6 justru bukan menjadi faktor utama mengapa jenis KRL ini lebih disukai pecinta kereta api setempat.
Demikian apa yang Tim REDaksi dapat sampaikan kali ini, sampai jumpa kembali di kisah berikutnya! (RED/IHF)
Pingback: KRL Seri 205 Rangkaian BUD7, Tersusun dari Empat Rangkaian Berbeda
Pingback: Pecinta Kereta Api di Daop 6 Yogyakarta Lepas Kepergian KRL Seri 205