Fakta KASejarah KA

96 Tahun Kereta Rel Listrik di Indonesia, Perjalanan Awal Hingga Masa Kini

Era Kereta Commuter Indonesia, melebarkan sayap elektrifikasi, KRL bandara, keluarga baru yang lebih ringan, dan MRT Jakarta beroperasi

Logo KCJ dan KCI
Masa peralihan logo KCJ dan KCI | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Dengan selesainya pekerjaan elektrifikasi ke Rangkasbitung di awal 2017, KRL dapat dioperasikan ke Rangkasbitung mulai 1 April 2017, bertepatan dengan pemberlakuan grafik perjalanan kereta api (GAPEKA) baru pada saat itu. Uji coba dilakukan sebanyak dua kali menggunakan dua jenis KRL SF10 yang berbeda.

Pembukaan layanan ke Rangkasbitung dengan menggunakan KRL SF10 akibat panjang emplasemen beberapa stasiun yang belum memungkinkan untuk operasional KRL SF12 pada saat itu (dan hingga saat ini) membuat kekurangan layanan KRL SF10 di lintas lain, khususnya Bogor. Lintas Bogor yang biasanya dilayani oleh lebih banyak KRL SF10, terpaksa dilayani oleh mayoritas KRL SF12 dan KRL SF8 pada beberapa bulan pertama GAPEKA 2017, dengan KRL SF10 sebagai minoritas. Hal ini mengakibatkan penumpukan penumpang di banyak stasiun di lintas Bogor.

Menyiasati hal ini, KCJ mengubah susunan dua rangkaian KRL seri 203, satu rangkaian KRL seri 1000, dan satu rangkaian KRL seri 5000 dari yang sebelumnya SF8 menjadi SF10. KCJ juga mengubah susunan satu rangkaian KRL seri 8000 dan satu rangkaian KRL seri 8500 dari SF8 menjadi SF12. Perubahan susunan pada enam rangkaian ini memungkinkan peningkatan kapasitas angkut di lintas Bogor.

Selain itu, KCJ juga mendatangkan kembali 60 unit KRL seri 6000 propulsi VVVF dari Tokyo Metro untuk memperkuat jajaran armada KRL SF10 miliknya. Kedatangan KRL seri 6000 ini memungkinkan penambahan KRL SF10 di lintas Bogor maupun Bekasi pada saat itu.

Dari KCJ jadi KCI, langsung melayani Cikarang

KRL Cikarang
KRL seri 205 saat menjalani uji coba di lintas Cikarang | Foto: RED/Muhammad Pascal Fajrin

September 2017, PT KAI Commuter Jabodetabek berubah nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia. Perubahan nama ini melambangkan kesiapan anak usaha PT KAI ini untuk melayani angkutan komuter tidak lagi hanya di Jabodetabek, tetapi juga Indonesia. Perubahan nama menjadi KCI tertuang dalam risalah Rapat Umum Pemegang Saham pada tanggal 7 September 2017 yang juga telah mendapat Persetujuan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia atas Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dengan Nomor Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.AHU-0019228.AH.01.02.Tahun 2017 tanggal 19 September 2017.

Walau demikian, pertama kali KCI merambah luar Jabodetabek adalah ketika KRL Commuter Line sampai Maja mulai 17 April 2013 silam di era KCJ. Kemudian dilanjutkan dengan layanan ke Rangkasbitung mulai 1 April 2017, masih di era KCJ. Meski demikian, Maja dan Rangkasbitung masih dianggap sebagai bagian sistem KRL Commuter Line Jabodetabek.

Tak lama setelah berubah menjadi KCI, elektrifikasi ke timur pun bertambah jauh hingga Cikarang. Setelah pekerjaan selesai, elektrifikasi ke Cikarang langsung diujicoba dengan KRL SF12. Ini tentu berbeda dengan elektrifikasi ke Rangkasbitung yang diujicoba dengan KRL SF10.

Saat akhirnya Cikarang melayani KRL pada Oktober 2017, animo penumpang langsung tinggi sama seperti saat pembukaan layanan ke Rangkasbitung. Ini tentu juga disumbang dari pembangunan dua stasiun baru oleh pemerintah, yaitu Bekasi Timur dan Cibitung. Satu stasiun lainnya yang dibangun oleh swasta, Telaga Murni, tidak langsung dioperasikan pada saat pembukaan layanan KRL ke Cikarang. Stasiun Telaga Murni baru beroperasi hampir dua tahun kemudian.

Awal Kehadiran KRL Bandara Soekarno-Hatta

Studi cabang Stasiun Jayakarta
Studi cabang jalur KRL Bandara dari Stasiun Jayakarta | Foto: JICA

Pada tahun 1982, Pemerintah Republik Indonesia mengadakan feasibility study untuk pembangunan Kereta Api Bandara Internasional Cengkareng (Soekarno-Hatta). Studi ini dilaksanakan untuk menghubungkan antara bandara dengan pusat kota Jakarta. Bandara Cengkareng (Soekarno-Hatta) rencananya akan dioperasikan pada bulan Desember, 1984 sehingga pelaksanaan studi dilakukan pada tahun 1982 ketika bandara sedang dibangun. Studi ini dipimpin oleh Direktur Japan Railway Technical Service Akira Tachibana.

Pembangunan jalur kereta bandara ini memiliki dua alternatif untuk rute operasional yakni :

  1. Rute Jatinegara- Manggarai- Jayakarta- Kota Intan – Bandara Cengkareng (Soekarno Hatta)
  2. Rute Jatinegara- Manggarai – Dukuh Atas – Tanah Abang – Rawa Buaya – Bandara Cengkareng (Soekarno Hatta)
Rencana rute KA Bandara JICA
Rencana rute KA Bandara | Foto: JICA

Gaung proyek KRL Bandara Soekarno-Hatta pun kembali mulai sekitar tahun 2012. Kala itu terdapat rencana dua jalur yang akan digunakan untuk KA Bandara Soekarno-Hatta. Jalur ekspres via Pluit yang bermula dari Angke, dan jalur Commuter Line yang menggunakan lintas Tangerang eksisting dan bercabang dari Batuceper. Rencananya, proyek ini akan menggunakan skema kerja sama pemerintah dan swasta.

Jalur Commuter Line pun kemudian dibangun terlebih dahulu. Pada tahun 2013, proyek ini pun mulai dilelang, namun terkendala perizinan dari Bappenas. Tahun 2014, proyek ini mendapat protes dari sejumlah pihak karena penutupan pintu M1 Bandara yang menjadi bagian pembangunan jalur KA ini. Pada tahun 2015, proyek ini pun berlangsung setelah kendala pembebasan lahan telah diselesaikan. Nama-nama pihak yang merelakan tanahnya pun kini dipajang di Stasiun Batuceper.

Nama warga Batuceper KRL Bandara
Monumen nama para warga yang merelakan tanahnya untuk proyek KRL Bandara | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Sementara untuk rolling stock, KRL Bandara Soekarno-Hatta ini pun menggunakan KRL seri EA203 buatan INKA dengan traksi VVVF-IGBT dari Bombardier. KRL ini mulai dikirim pada September 2017 untuk selanjutnya menjalani uji coba di lintas Jabodetabek. KRL ini pertama kali diujicobakan di lintas Manggarai-Jakarta Kota, lalu kemudian Manggarai-Bekasi, dan Manggarai-Duri-Tangerang.

KRL Bandara Soekarno-Hatta
KRL Bandara Soekarno-Hatta melintasi persawahan dekat Bandara Soekarno-Hatta | Foto: RED/Gilang Fadhli

KRL Bandara Soekarno-Hatta pun mulai diujicobakan pada 26 November 2017. Uji coba ini sendiri sempat mengalami masalah pada 5 Desember 2017 di mana pantograf KRL Bandara malah patah di lintas Manggarai-Sudirman. Beruntungnya, permasalahan uji coba ini bisa diselesaikan sebelum beroperasi komersial. KRL ini kemudian beroperasi pada 26 Desember 2017, sebulan setelah tahapan uji coba mulai berlangsung.

Perkembangan KRL Bandara Soekarno-Hatta

KRL Bandara Soekarno-Hatta
KRL Bandara Soekarno-Hatta di hari pertama operasinya | Foto: RED/Gilang Fadhli

Pada awalnya, kehadiran KRL ini saat diberi tarif promo Rp30.000 mengundang cukup banyak pengguna. Namun kemudian, saat KRL ini menjadi tarif normal Rp70.000 dari Sudirman Baru hingga Manggarai, jumlah pengguna pun berkurang.

Sedangkan untuk rutenya, dikarenakan Stasiun Manggarai belum jadi kala itu, KRL Bandara berterminus di Stasiun BNI City. KRL Bandara hanya melakukan gerakan langsir di Stasiun Manggarai.

Kehadiran KRL Bandara pun dikritik oleh sejumlah kalangan. Keberadaan Stasiun BNI City yang dianggap kurang strategis, tarif yang terlalu mahal dibanding moda pesaing seperti bus DAMRI, dan kewajiban transaksi nontunai menjadi faktor yang sering dikritik. Bahkan diketahui KRL ini akhirnya justru lebih sering digunakan para penglaju dari Batuceper ke Sudirman.

KRL Bandara Bekasi
KRL Bandara saat sempat ekspansi ke Bekasi | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Sejumlah cara pun dilakukan Railink untuk menjaring pengguna. Di antaranya adalah memperpanjang KRL Bandara ke Bekasi mulai Juni 2018. Akan tetapi, jadwal KRL Bandara ini hanya terbatas di luar jam-jam sibuk KRL Commuter Line. Perpanjangan KRL Bandara ke Bekasi pun berhenti beroperasi pada September 2019 karena berbagai hal.

Beruntung pada 2019 kehadiran MRT Jakarta yang menghubungkan Fatmawati dengan Dukuh Atas membantu keadaan KRL Bandara. Pihak Railink mengklaim kenaikan pengguna KRL Bandara mencapai 11% setelah MRT beroperasi selama dua minggu.

Sementara itu pada Oktober 2019, KRL Bandara mulai beroperasi dari Stasiun Manggarai, stasiun terminus sesuai rencana asli KRL Bandara. Hampir dua tahun setelah KRL Bandara mulai beroperasi. Sedang pada April 2021, Railink yang sekarang beroperasi sebagai KAI Bandara mulai mengoperasikan layanan KRL Premium dengan susunan kursi memanjang layaknya KRL Commuter Line.

Kehadiran KRL SF12 di Lintas Tangerang

KRL SF12 di Tangerang
KRL SF12 di lintas Tangerang | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Pengoperasian KRL Bandara juga lantas menimbulkan masalah baru bagi KRL Commuter Line lintas Tangerang. Jadwal KRL yang langsung menjadi 30 menit sekali karena adanya KRL Bandara membuat penumpukan penumpang yang sangat besar di lintas ini. Terlebih kala awal GAPEKA 2017, lintas ini masih menggunakan KRL formasi 8 kereta.

Oleh karenanya, pada akhirnya perjalanan lintas Tangerang di GAPEKA 2017 pun disusun ulang agar headwaynya bisa lebih rapat di jam sibuk, dengan penambahan loop KLB. Tidak lama kemudian, lintas Tangerang pun mulai kebagian KRL formasi 10, lalu kemudian 12 kereta pada akhir 2017.

Pada GAPEKA 2019 dan 2021, KRL lintas Tangerang pun dibuat menjadi lebih rapat dengan penambahan jumlah rangkaian di waktu sibuk. Kini headway Lintas Tangerang kembali ke 10-20 menit di waktu sibuk dan 30 menit di jam kosong.

KRL seri 205 datang lagi, kali ini VVVF, diselingi dua KRL seri 6000 terakhir dari Tokyo Metro

KRL seri 205 dibawa ke Pasoso
Salah satu KRL seri 205 sedang dibawa dari dermaga Tanjung Priok ke Stasiun Pasoso | Foto: RED/Rizki Fajar Novanto

Pada tahun 2018 JR East mengumumkan pengiriman KRL seri 205 dari jalur Musashino ke Indonesia. Tidak seperti pengiriman sebelumnya, pengiriman kali ini benar-benar layaknya bedol desa. Bagaimana tidak, seluruh dari 42 rangkaian (336 unit, setiap rangkaiannya memiliki formasi asli SF8) KRL dari jalur ini dikirim ke Indonesia, tidak seperti pengiriman KRL seri 205 sebelumnya yang hanya sebagian rangkaian saja.

KRL seri 6000 6122F
KRL seri 6000 rangkaian 6122F di Tanjung Priok | Foto: RED/Rizki Fajar Novanto

Sementara itu, dari Tokyo Metro masih ada dua rangkaian KRL seri 6000 yang belum dikirim. Keduanya adalah 6122F dan 6130F. Rangkaian 6122F tiba di Indonesia pada April 2018, yang uniknya menggunakan kapal yang sama dengan kapal yang mengangkut MRT Jakarta!

Headmark pada rangkaian 6130F | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Sedangkan rangkaian 6130F yang menjadi penutup impor KRL seri 6000 datang pada Desember 2018. Sebagai “sang pamungkas”, KRL ini dipasang headmark komemorasi kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Headmark ini pun bertahan hingga saat rangkaian ini diujicobakan dengan livery KCI, tetapi kemudian dilepas.

Untuk KRL seri 205 sendiri, perjalanan impornya sangat panjang karena pemensiunan yang bertahap. Rangkaian yang mengawali impor KRL seri 205 ini adalah eks KeYo M24 (205-33F, kini BUD33), KeYo M15 (205-29F, kini BUD29), dan M3 (205-44F, kini BUD44). Ketibaan KRL ini secara keseluruhan berlangsung hingga dua tahun lebih, yakni dari April 2018 hingga November 2020.

Rangkaian KRL seri 205 eks KeYo M4 dan M17
Rangkaian KRL seri 205 eks KeYo M4 dan M17 (205-10F) sedang stabling di Stasiun Tanjung Priok | Foto: Bathara Sakti

Rangkaian penutup impor ini adalah KeYo M4 (205-46F, kini BUD46), M17 (205-10F, kini BUD10), dan M20 (205-5F, kini BUD5). Di Indonesia, KRL seri 205 dari Musashino ini disusun ulang menjadi rangkaian formasi 10 dan 12 kereta, meski sebagian lainnya masih asli sebagai rangkaian 8 kereta.

Rangkaian seri 205 muka Marchen dan biasa
Rangkaian seri 205 muka “Marchen” (kiri) dan muka biasa (kanan) bersandingan | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Selain sebagian besar menggunakan teknologi VVVF, KRL seri 205 dari Musashino juga memiliki keistimewaan karena terdapat 5 rangkaian di antaranya adalah Marchen Face alias Muka Peri. Rangkaian 205-145F hingga 205-149F kesemuanya adalah rangkaian Marchen Face, di mana rangkaian 205-145F memiliki traksi VVVF.

KRL seri 205 eks Jalur Musashino selama satu tahun beroperasi dengan susunan aslinya yaitu SF8. Di pertengahan 2019, setelah kedatangan shipment ke-4 pada April 2019, KRL seri 205 eks Jalur Musashino mulai disusun ulang menjadi SF12. Hal ini berlangsung hingga shipment ke-6 yang tiba November 2019. Rangkaian-rangkaian kedatangan 2018 yang sebelumnya beroperasi dengan susunan asli SF8 juga ikut disusun ulang menjadi SF12.

KRL seri 205 eks Jalur Musashino selama satu tahun beroperasi dengan susunan aslinya yaitu SF8. Di pertengahan 2019, setelah kedatangan shipment ke-4 pada April 2019, KRL seri 205 eks Jalur Musashino mulai disusun ulang menjadi SF12. Hal ini berlangsung hingga shipment ke-6 yang tiba November 2019. Rangkaian-rangkaian kedatangan 2018 yang sebelumnya beroperasi dengan susunan asli SF8 juga ikut disusun ulang menjadi SF12. Penyusunan ulang rangkaian KRL seri 205 eks Jalur Musashino berhenti di paruh pertama 2020, menyesuaikan dengan jumlah dan jenis rangkaian yang tiba mulai dari shipment ke-7. Penyusunan ulang dilanjutkan pada paruh kedua 2020, namun bukan menjadi SF12 melainkan SF10. Sebanyak total 10 rangkaian propulsi VVVF diubah menjadi 8 rangkaian SF10. Penyusunan ulang menjadi SF10 ini memungkinkan pengoperasian KRL seri 205 propulsi VVVF ke arah Rangkasbitung, membantu KRL seri 205 milik Depo KRL Bogor yang “terjebak” pola operasional dan dalam setahun bisa menghabiskan lebih dari 350 hari beroperasi di lintas tersebut. Namun penyusunan ulang menjadi SF10 ini berhenti setelah dua kali dilakukan. KCI melanjutkan penyusunan ulang KRL seri 205 eks Jalur Musashino menjadi SF12 sebanyak tiga kali penyusunan ulang, sekali di antaranya dengan mengubah susunan dua rangkaian yang sebelumnya sudah disusun ulang menjadi SF10. Per April 2021, hasil dari penyusunan ulang rangkaian KRL seri 205 eks Jalur Musashino ini adalah 2 rangkaian SF4 yang akan dijelaskan di subjudul lainnya, 3 rangkaian SF8 yang memang tidak disusun ulang sedari awal, 6 rangkaian SF10, 20 rangkaian SF12, dan 4 unit kereta yang belum digandengkan ke rangkaian manapun.
KRL seri 205 rangkaian BUD7 dengan susunan rangkaian SF10 | Foto: RED/Muhammad Pascal Fajrin

Penyusunan ulang rangkaian KRL seri 205 eks Jalur Musashino berhenti di paruh pertama 2020, menyesuaikan dengan jumlah dan jenis rangkaian yang tiba mulai dari shipment ke-7. Penyusunan ulang dilanjutkan pada paruh kedua 2020, namun bukan menjadi SF12 melainkan SF10. Sebanyak total 10 rangkaian propulsi VVVF diubah menjadi 8 rangkaian SF10. Penyusunan ulang menjadi SF10 ini memungkinkan pengoperasian KRL seri 205 propulsi VVVF ke arah Rangkasbitung, membantu KRL seri 205 milik Depo KRL Bogor yang “terjebak” pola operasional dan dalam setahun bisa menghabiskan lebih dari 350 hari beroperasi di lintas tersebut.

Namun penyusunan ulang menjadi SF10 ini berhenti setelah dua kali dilakukan. KCI melanjutkan penyusunan ulang KRL seri 205 eks Jalur Musashino menjadi SF12 sebanyak tiga kali penyusunan ulang, sekali di antaranya dengan mengubah susunan dua rangkaian yang sebelumnya sudah disusun ulang menjadi SF10.

Per April 2021, hasil dari penyusunan ulang rangkaian KRL seri 205 eks Jalur Musashino ini adalah 2 rangkaian SF4 yang akan dijelaskan di subjudul lainnya, 3 rangkaian SF8 yang memang tidak disusun ulang sedari awal, 6 rangkaian SF10, 20 rangkaian SF12, dan 4 unit kereta yang belum digandengkan ke rangkaian manapun.

LRT Palembang, LRT Jakarta, dan LRT Jabodebek, masih keluarga KRL

Seiring program pemerintah dalam mencanangkan sustainable transportation policy (kebijakan transportasi yang berkelanjutan) maka pemerintah Indonesia mulai membangun transportasi berbasis rel yakni LRT Palembang, LRT Jakarta dan LRT Jabodebek. Palembang dan kawasan Metropolitan Jabodetabek merupakan bagian dari pembangunan transportasi di sepuluh kota besar di Indonesia. Sustainable Transportation Policy ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Indonesia dengan target pada saat itu yakni terealisasinya pembangunan LRT Palembang, LRT Jakarta dan LRT Jabodebek pada tahun 2016.

Dalam bahasa Inggris, LRT merupakan singkatan dari Light Rail Transit. Sementara dalam bahasa Indonesia, LRT memiliki kepanjangan sendiri yaitu Lintas Rel Terpadu. Di Indonesia semua sistem LRT menggunakan Listrik Aliran Bawah (LAB), dan memiliki ruang manfaat yang terpisah dari jalan raya. Sarana LRT dapat dicirikan dari ukuran terutama panjangnya yang lebih kecil dari sarana kereta biasa atau disebut heavy rail.

Kehadiran LRT Palembang menjadi pertama kali ada jaringan kereta rel listrik di luar Jabodetabek, atau bahkan Jawa. Sementara jaringan kereta rel listrik heavy rail kelak baru mulai eksis 2020 dan akan dibahas kemudian.

LRT Palembang

LRT Palembang
Ilustrasi LRT Palembang | Foto: Gaudi Renanda, Wikimedia Commons, CC-BY-SA

Kisah LRT Palembang, atau nama resminya LRT Sumatra Selatan bermula dari rencana pembangunan monorel dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Stadion Jakabaring untuk akses atlet Asian Games 2018. Akan tetapi, pada tahun 2015 Pemprov Sumatra Selatan membatalkan rencana proyek monorel ini. Pihaknya pun memilih membangun LRT karena dnilai lebih menguntungkan dan efektif.

Presiden pun menandatangani Perpres No 116 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan kereta api ringan di Sumatra Selatan pada Oktober 2015. Pemerintah menugaskan PT Waskita Karya untuk membangun prasarana LRT, meliputi jalur layang, stasiun, dan fasilitas operasi. Sementara untuk sarana disuplai oleh INKA, dengan tender pengadaan dimenangkan pada tahun 2017.

LRT Palembang pun selesai dibangun pada Februari 2018. Sedangkan rangkaian LRV pertama mulai dikirim pada April 2018. Serangkaian uji coba pun dilakukan sebelum jaringan LRT ini beroperasi pada Agustus 2018, tepat menjelang Asian Games 2018. LRT Palembang hingga saat ini dioperatori oleh PT KAI Divisi LRT.

LRT Jakarta

LRT Jakarta
Rangkaian LRV LRT Jakarta saat berbelok memasuki jalur 2 Stasiun Velodrome | Foto: RED/Bayu Tri Sulistyo

Sementara itu di Jakarta, juga dibangun sistem LRT untuk mendukung pelaksanaan Asian Games 2018. Dasar hukum pembangunan LRT Jakarta adalah Peraturan Presiden No 99/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di Provinsi DKI Jakarta. Proyek LRT Jakarta ini sendiri memiliki akar dari kegagalan proyek Monorel Jakarta yang pada saat itu telah mangkrak.

Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal sebagai Ahok pun menugasi PT Jakpro melalui Peraturan Gubernur Nomor 213 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan Prasarana Kereta Ringan. Sementara untuk sarana disuplai oleh Hyundai Rote, dengan tender pengadaan dimenangkan pada Februari 2017.

LRT Jakarta pun mulai dibangun, dengan rencana fase 1 dari Kelapa Gading hingga Velodrome dengan groundbreaking pada 22 Juni 2016. Pembangunannya ini sendiri dimulai pada tahun 2017. Sayangnya, LRT Jakarta tidak dapat beroperasi sebelum Asian Games 2018 karena saat itu masih memasuki tahap uji coba.

Sementara itu untuk armada LRT Jakarta sendiri sudah tiba sejak April 2018. LRT Jakarta sendiri pada akhirnya beroperasi sejak Juni 2019. Sedang operatornya adalah PT LRT Jakarta, anak dari PT Jakpro.

LRT Jabodebek

LRT Jabodebek
Ilustrasi LRT Jabodebek | Foto: RED/Muhammad Pascal Fajrin

Berbeda dengan kedua sistem LRT di atas, LRT Jabodebek hingga kini statusnya masih dalam pembangunan. Pembangunan LRT Jabodebek dilandasi oleh Perpres Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan Terintegrasi/Light Rail Transit di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. PT Adhi Karya mendapat tugas dalam melakukan pembangunan LRT Jabodebek ini.

Pada tahap 1, LRT Jabodebek akan menghubungkan kawasan Dukuh Atas dengan Cibubur dan Bekasi Timur (Stasiun Jatimulya). Percabangan dari dua rute ini terdapat di Stasiun LRT Cawang (stasiun ini terletak di BNN, bukan Stasiun Cawang KRL Jabodetabek). Sementara sarana LRT Jabodebek disuplai oleh INKA dan saat ini sudah ada sejumlah rangkaian yang tengah menjalani proses uji coba.

Proyek LRT Jabodebek mulai menjalani groundbreaking pada September 2015, dengan target awal selesai untuk Asian Games 2018. Akan tetapi, target ini tidak terlaksana karena kesulitan pembebasan lahan, dengan progres konstruksi kala itu mencapai 45%. Proyek ini rencananya baru akan selesai pada akhir 2021 dan beroperasi komersial Juli 2022 mendatang.

LRT Jabodebek ini rencananya akan dioperatori oleh PT KAI Divisi LRT, seperti LRT Palembang.

Kehadiran MRT Jakarta, era baru kereta rel listrik

Penurunan kereta MRT Jakarta
Penurunan kereta MRT Jakarta, April 2018 | Foto: RED/Ikko Haidar Farozy

Di era yang sama, tidak hanya transformasi KCJ menjadi KCI yang melebarkan sayap juga yang terjadi. Tetapi juga beroperasinya MRT Jakarta. Setelah proses pembangunan fase 1 (Lebak Bulus-Bundaran HI) dari tahun 2013, dan tiba serta mulai diujicobakan dari 2018, mimpi masyarakat Jakarta memiliki moda kereta bawah tanah terwujud pada Maret 2019, hampir 11 tahun setelah PT MRT Jakarta berdiri.

Armada MRT Jakarta di Depo
Armada MRT Jakarta di Depo Lebak Bulus | Foto: RED/Bayu Tri Sulistyo

Mulai 12 Maret 2019, MRT Jakarta membuka uji coba gratis secara terbuka untuk masyarakat Jakarta. Uji coba ini berfungsi agar masyarakat dapat merasakan layanan MRT Jakarta sebelum beroperasi komersial. Pada 24 Maret 2019, MRT Jakarta pun beroperasi penuh, melayani para penglaju antara Lebak Bulus hingga bilangan Sudirman.

MRT Jakarta Blok M
Armada MRT Jakarta di Blok M | Foto: RED/Bayu Tri Sulistyo

Hingga tulisan ini ditulis, berdasarkan data dari MRT Jakarta, hingga pertengahan Maret 2021 ini MRT Jakarta telah melayani 155.640 perjalanan tanpa pembatalan. Sedang ketepatan waktu MRT Jakarta mencapai 99,9%. Hal ini terbantu karena lintas MRT Jakarta sedari awal telah didesain tidak berpotongan dengan jalan raya, dan tidak bercampur dengan KA lain. Selain itu, MRT Jakarta juga dilengkapi sistem kendali berupa Communications Based Train Control yang memungkinkan operasional yang lebih presisi dan padat, dengan menjaga keselamatan.

Pada awalnya, MRT Jakarta hanya melayani tiket single trip (Kartu Jelajah Tunggal), dengan tiket multi trip perannya diisi oleh kartu bank. Ekuivalen Kartu Multi Trip KCI yaitu Kartu Jelajah Berganda baru hadir pada 6 Desember 2019.

Saat ini MRT Jakarta sedang membangun rute fase 2A yaitu Bundaran HI-Kota. Fase 2A ini dibagi dalam dua tahap, dengan tahap 1 yaitu Bundaran HI-Harmoni ditargetkan selesai 2025, dan tahap 2 yaitu Harmoni-Kota yang ditargetkan selesai 2027. Sedang fase 2B (Kota-Ancol Barat) ditargetkan beroperasi 2030 mendatang.

Tidak hanya itu, MRT Jakarta telah memiliki rencana fase 3 (Balaraja-Cikarang) dan fase 4 (TMII-Fatmawati).

Halaman Selanjutnya: Heavy rail terelektrifikasi pertama di luar Jabodetabek
Halaman Sebelumnya: Era KAI Commuter Jabodetabek dan berdirinya MRT Jakarta

Ikuti kami di WhatsApp dan Google News


Pages ( 7 of 8 ): « Previous1 ... 56 7 8Next »

One thought on “96 Tahun Kereta Rel Listrik di Indonesia, Perjalanan Awal Hingga Masa Kini

Tinggalkan komentar...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses